Page 245 - Perjuangan Landreform Masyarakat Perkebunan: Partisipasi Politik, Klaim dan Konflik Agraria
P. 245
Perjuangan Landreform Masyarakat Perkebunan 233
merampas milik Belanda. Mereka telah melakukan persetujuan
dagang mengenai pemasaran tembakau dengan pemilik yang sah,
setelah bersaing dengan negara-negara lain untuk mendapatkan
persetujuan tersebut. Dengan demikian, dapat dikatakan dominasi
Belanda dalam perekonomian Indonesia telah berakhir dengan
serentetan peristiwa dan aturan atas.
Dengan demikian menurut pengurus P Baru Jaw
Timur terdapat empat kesulitan pasca pengambilalihan yang
dihadapi. (i) kurangnya tenaga kerja ahli di bidang perkebunan;
(ii) kesulitan mendapat onderdil-onderdil mesin dan lain-lain yang
dibutuhkan untuk proses industri perkebunan; (iii) soal keuangan
karena belum ada dukungan dari Bank; (iv) soal penjualan hasil
produksi perkebunan karena harus mencari pasar baru. 87
E. Kesimpulan
Pada paruh akhir tahun 1950-an merupakan periode dimana
dinamika masyarakat perkebunan sangat tinggi, baik dalam peranan
sosial maupun politik. Masyarakat perkebunan sangat bebas dalam
menyalurkan aspirasi politiknya, sebagai akibat Pemilu pertama
tahun 1955. Hingga tahun 1957 dinamika politik dalam tubuh
masyarakat perkebunan masih berlangsung karena adanya pemilu
daer dan penyusunan anggota dewan dan pemerintah daer
Secara teoritik ada kesan masyarakat perkebunan baik yang masuk
dalam lingkaran elite maupun organisasi sebagai entitas yang bebas.
Artinya mereka bebas memilih praksis politiknya, tergantung pada
pertimbangan rasionalitas. Akan tetapi bagi Bourdieu sebaliknya,
sebagai entitas yang tidak bisa bebas oleh lingkaran obyektif tertentu
baik itu mengandung unsur dominasi atau marjinal ataupun lain,
karena mereka bergulat dalam struktur ekonomi, sosial, dan politik.
87 Buku Peringatan PPN Baru Tjab. Jawa Timur, 10 Desember 1957-10
Desember 1958, (Jakarta, 1958), hlm. 2.