Page 54 - Perjuangan Landreform Masyarakat Perkebunan: Partisipasi Politik, Klaim dan Konflik Agraria
P. 54
42 Tri Chandra Aprianto
memporak-porandakan struktur hukum adat dan merubah struktur
10
sosial masyarakat di daerah Priangan. Tonggak kedua adalah
pelaksanaan t domein-nya Rales dimana
t semua tanah Pulau Jawa pachthoeve adalah
11
milik raja yang “disewakan” kepada penduduk. Tonggak ketiga
adalah sistem Tanam Paksa (1830-70) dimana pengelolaan tanaman
yang berkualitas ekspor seperti tebu, kopi, nila, tembakau, teh
dan lain-lain membutuhkan banyak tenaga dan itu tidak dibayar.
12
Khusus untuk tanaman tembakau pada era tanam paksa pernah
masuk sebagai komoditi yang diusahakan, namun karena nilainya
jatuh di pasar Eropa jadi dikeluarkan dari sistem tanam paksa.
13
Setidaknya pemerintah kolonial memiliki dua alasan utama mengapa
tanaman tembakau dikeluarkan: (i) pengelolaannya rumit; dan (2)
tanaman yang penuh resiko. Sejak saat itu tanaman tembakau lebih
dipercayakan pada pengusaha swasta untuk mengelolanya. Tonggak
14
keempat adalah masa Regeerings Reglement (1854), dimana Gubernur
15
Jenderal bisa menyewakan tanah berdasarkan atas ordonansi, yang
10 Lihat D. H. Burger, Sejarah Ekonomi Sosiologis Indonesia, Djilid
Pertama (Jakarta: Pradnja Paramita, 1960), hlm. 115.
11 Cornelis van Vollenhoven, Orang Indonesia dan Tanahnya (Yogyakarta:
STPN Press, 2013), hlm. 58. Rales ingin menerapkan sistem penarikan
pajak bumi sebagaimana yang pernah diterapkan di India, lihat
t
Gunawan Wir Land Reform in Indiaerbitan terbatas (Bogor: SAE-
ISS, tt).
12 Mengenai Sistem Tanam Paksa bisa dilihat pada Lihat pada Sartono
Kartodirdjo dan Djoko Suryo, Sejarah Perkebunan di Indonesia; Kajian
Sosial Ekonomi (Yogyakarta: Aditya Media, 1991), hlm. 53-72. Lihat juga
Robert van Niel, ‘Warisan Sistem Tanam Paksa Bagi Perkembangan
Ekonomi Berikutnya’, dalam Anne Booth (ed.), Sejarah Ekonomi
Indonesia, Jakarta: LP3ES, 1988, hlm 101-9.
13 Soegijanto Padmo dan Edie Djatmiko, Tembakau Kajian Sosial –
Ekonomi, (Yogyakarta: Aditya Media, 1991), hlm. 28.
14 William Joseph O’Malley, ‘Perkebunan 1830-1940: Ikhtisar’, dalam
Anne Booth, William J.O’Malley, dan Anna Wiedemann (eds.), Sejarah
Ekonomi Indonesia (Jakarta: LP3ES, 1988), hlm.218-9.
15 Kalangan liberal rupanya juga menginginkan bisa ikut menikmati