Page 49 - Perjuangan Landreform Masyarakat Perkebunan: Partisipasi Politik, Klaim dan Konflik Agraria
P. 49
Perjuangan Landreform Masyarakat Perkebunan 37
gagasannya. Begitu juga dengan pendekatan yang hanya melihat
dinamika sosial dari bingkai determinisme antara agen dan struktur.
Pendekatan yang digunakan di sini merupakan sintesa dari kedua
pendekatan di atas, merupakan suatu dualisme simbiotik yang
berdialektika. Agen dan struktur berhubungan secara dialektis, yang
lalu menentukan praksis sosialnya. Agen (individu atau lembaga
atau kelompok) dalam perspektif Bourdieu bukanlah sesuatu yang
berdiri bebas dan berada di ruang kosong, dan juga bukan sebagai
sesuatu yang bisa digerakkan (sebagaimana penjelasan pendekatan
struktur). Penjelasan mengenai dialektika agen-struktur yang
menentukan praksis sosial tersebut nampak pada gagasan Bourdieu
93
94
tentang ranah (ield ), habitus, aneka bentuk modal, pertarungan
93 Ranah adalah relasi antar posisi obyektif yang ditempati agen (individu
atau lembaga) atas dasar modal yang dimilikinya, yang memungkinnya
untuk mendapatkan akses terhadap aneka keuntungan (modal)
dalam ranah, dan relasinya dengan posisi-posisi obyektif lainnya.
Pada hakekatnya setiap ranah adalah medan pertarungan antar agen
untuk memperkuat posisinya. Bagi yang dominan ranah adalah medan
untuk mempertahankan posisi, sedangkan bagi yang marjinal untuk
merebut. Pierre Bourdieu and Loїc J.D. Wacquant, An Invitation to
Relexive Sociology (Chicago: The University of Chicago Press, 1992),
hlm. 97-101.
94 Ada empat jenis modal yang dapat menentukan posisi obyektif
agen, yaitu modal ekonomi, modal sosial, modal budaya, dan modal
simbolik. Modal ekonomi adalah tingkat pemilikan agen atas kekayaan
dan pendapatan. Modal sosial merupakan jaringan sosial yang
memudahkan agen untuk mengakumulasi bentuk-bentuk modal
lainnya. Modal budaya adalah pemilikan agen atas benda-benda
materil yang dianggap memiliki prestise tinggi (objectiied cultural
capital), pengetahuan dan keterampilan yang diakui otoritas resmi
(institutionalized cultural capital), dan kebiasaan (gaya pakaian,
cara bicara, selera maka, gerak-gerik tubuh khas, dan sebagaianya)
y merupakan po obyektif agen (embodied cultural
capital). Modal simbolik adalah aneka simbol (modal budaya) yang
dapat memberikan legitimasi atas posisi, cara pandang, dan tindakan
sosial agen sehingga dianggap sebagai yang paling absah oleh agen
lainnya. Ia memiliki kemampuan untuk “membentuk dunia”. Lihat
Haryatmoko. ’Menyingkap Kepalsuan Budaya Penguasa: Landasan
Teoretis Gerakan Sosial menurut Pierre Bourdieu,’ Basis, No. 11-12,
tahun ke-52, (November-Desember 2003), hlm. 11-2.