Page 68 - SEJARAH PERLAWANAN TERHADAP IMPREALISME DAN KOLOLISME DI DAERAH SULAWESI TENGGARA
P. 68
Karaeng "Watukila". Belanda menaruh curiga karena bisa timbul
pemberontakan lagi. Pombili tidak boleh lama-lama di Konawe.
Siasat bulus, harus dicari alasan tepat untuk menangkap.. Suatu
waktu Pombili dilapur kepada Belanda bahwa ia berusaha mem-
peristerikan anaknya. Apa benar laporan ini? Tidak benar, akan
tetapi laporan, benar-atau tidak, pemerintah Belanda sudah ada
alasan untuk menghukumnya. Palisi dikerahkan untuk menangkap
Pombili, tetapi tak berhasil. Beliau disegani dan ditakuti segenap
penduduk Konawe. Pemerintah Belanda mengerahkan tentara
kolonialnya menangkap, kalau tidak dapat ditembak mati.
Pasukan berangkat untuk menangkap Pombili tetapi ia menolak
ke Kendari. Akhirnya psukan dua pleton ril ternyata bertindak
melakukan tembakan mitraleur, memberondong ke tubuh Pombili.
Setelahhabis peluru satu peti, ternyata Pombili masih senyum
manis. Pombili menyuruh pasukan pulang kembali ke asrama di
Kendari. Usaha menangkap dan membunuh Pombili gaga! sama
sekali, namun Belanda tidak kehabisan aka!. Sementara itu
Sao-Sao telah meninggal dan digantikan puteranya "Tekaka"
menjadi Raja Laiwoi pada tahun 1928. 6) Dari raja Tekaka
juga berpendapat, bahwa Pombili harus disingkirkan dari Konawe.
Tindakan-tindakan Pombili tidak mentaati peraturan-peraturan/
Undang-undang Belanda/Laiwoi. Dengan melalui siasat busuk
Belanda, dilaporkan Jagi bahwa Pombili mengulangi perbuatannya
yang pernah dituduhkan. P rsepakatan para bangsawan/tokoh-
tokoh adat membujuk Pombili agar mau ke Makassar, kemudian
dipindahkan ke Nusakambangan, B.engkulu, Kalirnantan, terakhir
di Tanah Merah Irian Jaya. Karena Pombili berjasa dalam tahanan
yaitu sering menyelamatkan penduduk dari ancaman bahaya
antara lain dari serangan harimau, akhirnya Belanda membebaskan
dan kembali ke Konawe. Pombili hidup merdeka, bebas dari
segala ikatan kolonial. Nah, bagaimana dengan raja Tekaka?
Perlu diketahui bahwa tradiri adat Tolaki, bahwa setiap raja
yang baru harus dinobatkan (dilantik) di Unaaha secara
resmi dengan upacara kebesaran adat. Selama Sao-Sao menjadi
raja Laiwoi tidak pernah dinobatkan secara resmi dengan upacara
kebesaran adat. Demikian pula Tekaka yang menggantikan ayah-
nya menjadi raja Laiwoi dua tahun lamanya setelah Karaeng
59