Page 66 - SEJARAH PERLAWANAN TERHADAP IMPREALISME DAN KOLOLISME DI DAERAH SULAWESI TENGGARA
P. 66

Pada  umumnya  rakyat  menyebut  Konawe  secara  bisik-bisik
        sebab  dilarang  Belanda.  Begitulah  politik  kolonial  untuk
        memadamkan semangat perjuangan rakyat Konawe.
             Untuk mengukuhkan kedudukan kolonial  Belanda di Konawe
        Belanda  memandang  pengangkatan  Sao-Sao,  sebagai  Raja  Laiwoi,
        sama  sekali  tidak  mendapat  dukungan  rakyat  terutama  dari  Una,
        Abuki,  Asaki,  Lambuya,  Pondidaha  dan  sebagian  besar  rakyat
        Sambara,  dan  Latoma.  Pihak  Belanda  mem buat  siasat  jahat lagi.
        Diundanglah  para  bangsawan  bekas  kerajaan Konawe mengadakan
        pertemuan  besar  untuk  menetapkan  siapa  yang  menduduki  tahta
        kerajaan  Laiwoi  pada  ha!  Sao-Sao  sudah  diangkat  pemerintah
        kolonial Belanda menjadi raja Laiwoi.
             Sekali  lagi  kofonial  Belanda  menipu  rakyat.  Berkumpullah
        para  bangsawan  bekas  kerajaan  Konawe  di Kendari.  Tepat pukul
        09.00  pagi,  Controleur  Van  Laiwui  membuka  pertemuan  tetapi
        kemudian  pertemuan  dischors  karena  utusan  Una,  Karaeng
        "Watukila"  belum  tiba  dan  rupanya  masih  dalam  perjalanan.
        Tepat  pukul  I 0.00  Karaeng  "Watukila"  tiba  di ruangan pertemu-
        an  besar,  lalu  petemuan  dibuka  kembali.  Dalam  pertemuan  ini
        Haji  Taata  telah  menjalankan  peranannya,  mengadakan  pendekat-
        an  agar  para  utusan  menjatuhkan  suara  kepada  Sao-Sao  untuk
        ditunjuk  menjadi raja Laiwoi.  Inilah siasat Belanda yang menyakit-
        kan hati para peserta rapat.
             Dalam  pertemuan ini  timbul ketegangan terhadap pengarahan
        pihak  Belanda  agar Sao-Sao  menjadi  raja  Laiwoi bahkan ditentang
        habis-habisan  olah  para  utusan.  Penentang  utama  ialah  utusan
        bangsawan  dari  Abuki  yang  bernama  Lapobende.  Lapobende
        mendapat  dukungan  mutlak  dari  para utusan  untuk  mencalonkan
        Karaeng  "Watukila"  menduduki  tahta  kerajaan  sesuai  pewarisan
        Kerajaan  Konawe  (Silsilah).  Para utusan menolak Sao-Sao menjadi
        Raja.  Suasana  pertemuan  tambah  tegang  namun  pihak  Belanda
        harus  mempertahankan  sikap  yaitu  Sao-Sao  yang ,disepakati
        menjadi  raja.  Karaeng  'Watukila"  membisu  dalam  pertemuan
        karena  beliau  tahu,  bahwa  ia  tidak  disenangi  Belanda.  Melihat
        suasana  pertemuan  besar  ini  semakin  gawat,  lalu  pertemuan  di-
        tutup  dan  dilanjutkan  pada  malam  harinya.  Sebelum  pertemuan

                                                                    57
   61   62   63   64   65   66   67   68   69   70   71