Page 147 - (New Flip) Sejarah Berita Proklamasi Kemerdekaan Indonesia
P. 147
Sejarah Berita Proklamasi Kemerdekaan Indonesia
caranya. Kemerdekaan, kata Sjafruddin, tidak dapat diharapkan akan
33
diberikan oleh bangsa penjajah, baik Belanda maupun Jepang. Karena
itu bangsa Indonesia sendiri yang harus memperjuangkannya.
34
Dalam suasana pikiran seperti itulah Sjafruddin mengadakan
kontak dengan orang-orang yang juga merasakan apa yang
dirasakannya dan memikirkan apa yang dipikirkannya. Di Jakarta,
Sjafruddin menjalin komunikasi dengan kawan-kawannya semasa aktif
dalam organisasi mahasiswa Unitas Studiosorum Indonesia (USI) di
sekolah tinggi hukum, Rechts Hoge School (RHS), Jakarta, pada 1930-an
yang sejalan dengan cita-citra merebut kemerdekaan, di antaranya
Subadio Sastrosatomo, Koesoemo Soetojo, Mr. Ismet Thajeb, dan Ali
Budiardjo. Melalui mereka, Sjafruddin terkoneksi dengan kelompok
mahasiswa dan pemuda yang mengadakan gerakan bawah tanah
piminan Sutan Sjahrir.
35
Sementara di Bandung dia berkomunikasi dengan beberapa
kelompok yang aktif dalam diskusi-diskusi tentang nasib bangsa dan
negara karena memunyai cita-cita Indonesia merdeka. Saat itu, di
Bandung ada kelompok Pagoejoeban Pasoendan dengan tokohnya Otto
Iskandardinata dan Ir. Oekar Bratakusumah; kelompok Parindra dengan
tokohnya Gondokusumo dan Dr. Erwin; kelompok Islam dengan
tokohnya Arudji Kartawinata dan M. Natsir (Kepala Kantor Pengajaran di
36
Bandung).
Di samping itu, ada pula para pemuda dan mahasiswa yang
umumnya berputar di sekitar kelompok-kelompok tersebut. Sjafruddin
mengatakan, dirinya berdiskusi dengan para tokoh seperti Ir. Oekar
37
Bratakusumah, Djamal Ali, M. Natsir, dan Abdul Haris Nasution.
Djamal Ali membubarkan organisasi Koperasi Rakyat Indonesia (Korindo)
yang dipimpinnya, karena tidak mau "di-Jepang-kan". Mamun
Sumadipyaja menghimpun pemuda-pemuda ke dalam organisasi
Barisan Pemuda Priangan. Di samping itu terdapat pula organisasi
pemuda yang bernama Jasana Obor Pasundan (JOP) di bawah pimpinan
Ace Bastaman, Kowara dan Sobana.
Menghadapi sikap Jepang yang keras, organisasi-organisasi
pemuda itu mengambil cara perjuangan "terbuka" atau bekerja sama
dan "tertutup" atau bergerak di bawah tanah, atau sama sekali tidak
bekerja sama dengan pemerintah Jepang untuk mencapai tujuan yang
sama, yaitu kemerdekaan Indonesia. Di antara gerakan pemuda yang
135