Page 149 - (New Flip) Sejarah Berita Proklamasi Kemerdekaan Indonesia
P. 149
Sejarah Berita Proklamasi Kemerdekaan Indonesia
Kempeitai, dan polisi Jepang. Seorang pembantu instruktur Nasution,
Sujono, yang kedapatan membocorkan rahasia meringkuk berbulan-
bulan dalam tahanan Kempetai.
Tidak adanya kebebasan berekspresi bagi wartawan dalam
menulis berita juga membuat mereka menjadi kian tidak suka terhadap
Jepang. Beberapa wartawan, seperti Djamal Ali dan Hisywara
Danasaputra makin meningkatkan hubungan dengan Bepan.
Komunikasi antara wartawan Tjahaja dengan wartawan Jawatan Radio
Bandung dan Kantor Berita Domei pun dijalin secara intensif.
Semangat merdeka juga bermunculan dari kelompok anak muda
di kota-kota lainnya di Jawa Barat. Di Bekasi, sebagai contoh, berdiri
Gerakan Pemuda Islam Bekasi (GPIB) pada 1943 di Mesjid Pasar Bekasi.
Organisasi yang digerakkan oleh KH Abdul Hamid, Nurdin, Marzuki
Urmaini, Hasan Sjahroni, dan Marzuki Hidayat, selain menyelenggarakan
pengajian setiap Kamis malam, juga memberntas buta huruf bagi
44
pemuda pasar.
Mereka juga memberikan pemahaman politik kepada sesama
anggota, terutama mengenai makna nasionalisme dan kemerdekaan.
Inspirasi tentang kemerdekaan diperoleh dari orang tua dari Jakarta
yang kerap singgah di mesjid, yakni Pak Kamal. Mereka menduga, Pak
Kamal adalah anggota dari gerakan “bawah tanah” yang berpusat di
45
Jakarta. Hal ini diperkuat dengan adanya Departemen Pemuda Asrama
Angkatan baru Indonesia yang mempunyai jaringan di kota-kota kecil di
Pulau Jawa, terutama Jawa Barat, seperti Bogor, Cibadak, Tangerang,
46
Mauk, Sepatan, Banten Utara-Selatan, Bekasi, Tambun, dan Pasuruan.
Nasution mengungkapkan, ketika itu para pemuda di Bandung
dan sekitarnya berkeyakinan bahwa Soekarno dan Hatta menjalin kerja
sama dengan Jepang hanyalah sandiwara. Para pemuda yakin pada
saatnya Soekarno dan Hatta akan memimpin pemberontakan. Atas
dasar itu, para instruktur dan pemimpin pemuda sangat mementingkan
latihan militer, sehingga nanti pada waktunya pemimpin-pemimpin
besar nasional memiliki barisan-barisan pelaksana. Dengan demikian,
kealpaan tahun 1942 tidak terulang lagi, ketika vakum beberapa hari di
berbagai kota tidak dimanfaatkan untuk menegakkan Sang Merah
47
Putih.
137