Page 281 - (New Flip) Sejarah Berita Proklamasi Kemerdekaan Indonesia
P. 281
Sejarah Berita Proklamasi Kemerdekaan Indonesia
sipil Belanda berdatangan ikut membonceng tentera Sekutu ke
Indonesia untuk segera menyusun kekuatan. Sasaran pertamanya
adalah kamp-kamp interniran Belanda untuk mengerahkan kawan-
kawannya merebut kekuasaan dari Jepang dengan menduduki berbagai
pos dalam pemerintahan seperti residen, asisten residen dan jabatan-
jabatan lain di berbagai departemen. Pasukan-pasukan kepolisian yang
terdiri dari bekas interniran segera mereka bentuk.
Tokoh-tokoh NICA seperti Van der Plas, Abdulkadir
Wijoyoatmojo, Van Straten yang telah berada di Indonesia, melakukan
kerjasama dengan rekan-rekan yang ada di luar negeri, seperti van
Mook, Helfrich dan Iain-Iain. Selain membina orang-orang Belanda,
mereka mulai menghubungi orang-orang Jepang, baik militer maupun
39
sipil "Sakura", serta yang bersedia bekerja sama. Secara illegal mereka
berkunjung ke daerah-daerah, khususnya Jawa Barat, yang akan
dijadikan pusatnya. Bekas interniran akan dijadikan polisi militer guna
menjamin keamanan. Letnan Gubernur Jendral Dr. H.J. van Mook akan
memegang kekuasaan pemerintahan tertinggi, sedangkan para
gubernur diberi pangkat mayor jendral, residen dengan pangkat
kolonel, dan sebagainya. Maksudnya sama seperti Pemerintah R.I. untuk
mengembalikan "Rust en Orde", ketenangan dan ketertiban.
Demikian Kolonel Spoor dengan NEFIS-nya (Netherlands Forces
Intelligence Service), sudah mulai lengkap dan memainkan peranannya
di Surabaya dan di kota-kota besar lainnya untuk menegakkan kembali
kekuasaan Hindia Belanda. Oleh pihak Belanda dikirim ke Surabaya
antara tain Kolonel Huiyer dan kawan-kawan, dan juga Mr. Ploegman
yang tewas dalam peristiwa Hotel Oranje.
Sekutu yang jeli akan bahaya kekacauan yang akan ditimbulkan
pihak Belanda tidak mengijinkan kedatangan tentara Belanda, serta
melarang Jepang berhubungan dengan siapa-pun, kecuali dengan
pucuk pimpinan Sekutu. Bahkan Mountbatten menginstruksikan kepada
Jepang agar para interniran tidak diperkenankan meninggalkan tempat
kamp-kampnya, karena dia masih bertanggungjawab atas
keamanannya. Dengan sendirinya sikap Sekutu ini mengecewakan
Belanda, sehingga timbul tuduhan seolah-olah pro-Republik. Dan tidak
kepalang murka Belanda ketika dalam perundingan di Surabaya pada
tanggal 30 Oktober 1945 tercantum pengakuan— oleh Mayor Jendreral
269