Page 277 - (New Flip) Sejarah Berita Proklamasi Kemerdekaan Indonesia
P. 277
Sejarah Berita Proklamasi Kemerdekaan Indonesia
dengan appel dan aksi penempelan Proklamasi Polisi Istimewa, Kenpeitai
(Polisi Milltar Jepang) memperingatkan kepada sekalian penduduk
Surabaya melalui harian Suara Asia untuk tidak mengganggu
keamanan dan tidak bertindak sombong dan menghina.
Peringatan tersebut tidak menyinggung soal menyerahnya
Jepang atau Proklamasi Kemerdekaan RI. Masyarakat akhirnya
mengetahui bahwa perang telah berakhir. Lampu penerangan listrik di
jalan umum di waktu malam mulai tanggal 22 Agustus 1945 telah
dinyalakan, selubungnya dibuka. Ini berkat perjuangan Angkatan
Muda. Pada jaman Jepang cahaya lampu tidak boleh membias keluar.
33
Dengan bebasnya cahaya lampu di luar, masyarakat segera mengkaitkan
dengan desas-desus tentang kekalahan Jepang serta Proklamasi
Kemerdekaan R.I. di Jakarta. Kehidupan mulai tampak cemerlang
kembali setelah sekian lama dalam keadaan serba gelap. Radio mulai
berarti sebagai alat penerangan dan informasi setelah bertahun-tahun
disegel.
Akan tetapi dengan semakin santernya berita Proklamasi
Kemerdekaan R.I. Jepang merasa takut jangan-jangan radio Sendenbu
digunakan oleh orang-orang Indonesia yang nakal. Akibatnya siaran
radio serta merta dihentikan. Demikian pula harian-harian resmi Jepang
tidak terbit lagi. Di Jakarta setelah harian Asia Raya lenyap, kemudian
muncul harian Merdeka dan Berita Indonesia yang nasionalis,
sedangkan di Surabaya Suara Asia lenyap mulai September, dan pada
awal Oktober terbit Suara Rakyat yang benar-benar jadi alat para
pejuang di Jawa Timur.
Peringatan Kenpeitai yang dimuat Suara Asia pada tanggal 21
Agustus 1945 tidak hanya ditujukan kepada orang Indonesia belaka,
melainkan juga kepada Belanda peranakan. Sesuai dengan ketentuan
yang ditetapkan Sekutu, Jepang menegaskan bahwa kekuasaan masih
dipegangnya, dan Jepang tetap berkewajiban untuk tetap menjaga
keamanan yang harus dipatuhi oleh semua penduduk, termasuk
Belanda yang merasa menang perang. Jepang dalam hal ini rupanya
mengkhawatirkan tindakan Belanda yang berlebihan terhadap gerakan
Indonesia yang revolusioner itu. Hal tersebut memang dapat dipahami,
mengingat kesombongan para interniran yang mulai berkeliaran di luar
kamp tawanan, sekali pun ada larangan Sekutu, agar mereka sementara
tidak maninggalkan tempat tawanannya. Dengan sendirinya
265