Page 474 - (New Flip) Sejarah Berita Proklamasi Kemerdekaan Indonesia
P. 474
Sejarah Berita Proklamasi Kemerdekaan Indonesia
Agustus 1945. Ketika itu, Fakhruddin Daeng Romo, pemuda belasan
tahun, datang ke Polombangkeng dari Kota Makassar. Berita proklamasi
kemjudian makin berkembang melalui Madinah Daeng Ngitung, dan
selanjutnya Makkaraeng Daeng Manjarungi dan Syamsuddin Daeng
Ngerang. Pada hari itu juga, di Polombangkeng Pajonga Daeng Ngalle
menyatakan dukungannya terhadap proklamasi. Kemudian, raja
menyampaikan perintah kepada pemuda dan sanak keluarganya agar:
(a) menunjukkan kecintaan terhadap tanah air dan bangsa Indonesia,
(b) siapkan seluruh rakyat Polobangkeng untuk mempertahankan
kemerdekaan, (c) bentuklah organisasi yang dapat menggalang massa,
bersatu padu menghadapi segala kemungkinan yang akan menggangu
7
kemerdekaan.
Perintah Raja Polombangkeng itu membuka lembaran sejarah
yang amat penting di daerah itu. Rakyat Polombangkeng bangkit dan
bersiap membela proklamasi. Ikrar kebulatan tekad dipertegas dalam
semboyan ―siri na pace‖ yang bermakna tanggung jawab yang tinggi
dan solidaritas yang amat dalam. Pada awal September 1945, segenap
keluarga raja—berintikan Syamsuddin Daeng Ngerang, Makkaraeng
Daeng Manjarungi, Madinah Daeng Ngitung, dan Fakhruddin Daeng
Romo—menyelenggarakan upacara keteguhan hati bersama anggota
keluarga dan sahabat terdekat di Bontokadatto. Maka tidak salah bila
dikatakan bahwa distrik Polombangkeng merupakan ―wilalayah RI‖ yang
8
pertama terbentuk di Sulawesi Selatan.
Dukungan terhadap kemerdekaan semakin tegas dengan
kedatangan Lanto Daeng Pasewang pada pertengahan bulan September
1945. Kepada utusan Gubernur Sulawesi itu, disampaikan bahwa raja
dan rakyat Polombangkeng telah berkebulatan tekad mendukung
proklamasi kemerdekaan. Tindakan nyata rakyat Polombangkeng
nampak pada rapat yang dihadiri massa dalam jumlah yang cukup besar
jumlahnya. Rapat tersebut berlangsung di lapangan terbuka, pada
tanggal 18 September 1945. Ketika diadakan penyematan lencana
merah putih di dada baju masing-masing, para pemuda, murid-murid
sekolah usia 12 tahun ke atas, bahkan rakyat biasa ramai-ramai
menyematkan lencana. Pada saat itu pula, mulai di resmikan salam
perjuangan dengan ucapan ―Merdeka‖ sambil mengancungkan tangan
ke atas.
462