Page 56 - Educational HYpnosis
P. 56
Educational Hypnosis (2018)
Free Ebook by Zainurrahman, S.S., M.Pd., CHt.
Zonahypnosis.wordpress.com
3. Identifikasi kelompok: anak ini kemudian menyadari bahwa dia berasal dari
keluarga yang terbatas dan tidak bisa atau tidak boleh berharap banyak.
Dia hanya memiliki kemampuan yang sangat terbatas dan ini membuatnya
memiliki mindset “tidak menyadari atau menolak kenyataan bahwa dia
masih memiliki kemampuan yang jauh lebih besar”.
4. Emosi yang intens: suatu ketika, anak ini mendapatkan nilai yang sangat
buruk dan dia merasa begitu sedih. Begitu sedihnya anak ini sehingga dia
menyadari kembali apa yang seringkali diperdengarkan oleh orangtuanya
dan gurunya atau menyadari kondisi keluarganya dan kemudian kenyataan
memiliki nilai yang jelek (padahal nilai jelek ini merupakan produk dari fixed
mindset yang sudah terbentuk). Pada saat ini, dia kemudian memperkuat
kepercayaannya “ternyata semua itu benar!” dan ini memperkuat belief-
nya. Belum lagi, informasi terakhir, dosennya juga memberikan ucapan
yang sama seperti contoh di atas.
5. Kondisi hypnosis: anak ini mungkin pernah dihipnotis oleh seseorang dan
dalam keadaan hypnosis anak ini disugesti memiliki kemampuan yang
terbatas. Akan tetapi secara normal hanya nomor 1-4 yang pada umumnya
terjadi. Dan sebenarnya, proses nomor 1-4 secara tidak langsung
merupakan proses hypnosis.
Jika Anda memperhatikan cara saya memberikan contoh di atas, saya
menggunakan kata “mungkin” karena pengalaman setiap siswa berbeda-beda dan
tidak dapat diprediksi secara akurat. Intinya, sistem kepercayaan yang
membentuk mindset seseorang (termasuk saya dan Anda) terbentuk, diperkuat,
atau diperlemah mengikuti salah satu atau seluruh sumber dan pintu masuk yang
saya sebutkan di atas.
Setiap siswa yang “bermasalah” seperti siswa di atas pasti memiliki
sejumlah data atau informasi yang terekam begitu jelas, tertanam begitu dalam
dan begitu kuat di dalam pikiran bawah sadarnya. Dengan demikian, guru dan
dosen tidak dapat serta-merta menyalahkan siswa atau mahasiswanya. Mindset
yang terbentuk seperti siswa di atas bukan hanya sekedar menciptakan
mekanisme tindakan otomatis seperti jarang membaca, jarang masuk kelas,
jarang menyelesaikan tugas, dan sebagainya. Meskipun mereka sering membaca,
rajin masuk kelas, selalu menyelesaikan tugas, tetapi setiap upaya-upaya mereka
senantiasa disabotase oleh program bawah sadar mereka dengan cara
menyuntikkan klaim bahwa “setiap upaya ini sia-sia dan tidak akan membawa
hasil”. Selama mindset ini masih mengakar di dalam pikiran bawah sadar mereka,
maka interpretasi, persepsi, pertimbangan dalam mengambil keputusan, akan
disabotase habis-habisan. Hal ini terjadi karena mindset tersebut merasa
eksistensinya terancam dan tergantikan oleh mindset yang baru. Bagi siswa ini,
pengabaian terhadap pelajaran dan tugas-tugas merupakan hal nyaman atau
49