Page 76 - Educational HYpnosis
P. 76
Educational Hypnosis (2018)
Free Ebook by Zainurrahman, S.S., M.Pd., CHt.
Zonahypnosis.wordpress.com
mengajak Anda untuk melihat adanya emosi yang melatar-belakangi pilihannya
untuk menjadi seorang siswa yang pendiam.
Teori mindset yang digagas oleh Dweck (2006) atau yang dibahas oleh
Ricci (2013) dan Gunawan (2012a) mengajarkan kepada kita bahwa pengalaman
memberikan banyak hal kepada kita, termasuk membentuk cara kita memahami
dan menilai dunia dan segala isinya, terutama yang terlibat di dalam kehidupan
kita. Kita memahami dunia karena kita memberikan makna tertentu terhadapnya.
Sementara itu, teori emosi Frijda (1998) mengajarkan kepada kita bahwa nilai dan
makna suatu objek menentukan emosi kita, dan jika makna sesuatu berubah
maka berubah pula emosi terhadap hal tersebut. Emosi merupakan salah satu
bentuk emosi, sebagaimana yang disebutkan oleh Bold (2011), dan motivasi
adalah suatu kualitas yang menentukan apakah seseorang akan mendekati
sesuatu atau menjauhinya sebagaimana yang disebutkan oleh Dickinson (1995).
Oleh karenanya, kini patut untuk kita tanyakan, apa yang ingin dicapai oleh
seseorang dengan menjadi introvert, dan apa yang ingin dijauhi oleh orang
tersebut dengan memiliki kepribadian seperti itu.
Jika siswa yang introvert adalah siswa yang secara literal “tidak tertarik
dengan interaksi sosial yang intens” maka dapat diperkirakan interaksi sosial yang
intens adalah sesuatu yang dihindarinya. Siswa introvert termotivasi untuk
menyendiri dalam artian menikmati dunia internalnya dibandingkan dengan dunia
eksternalnya. Bagi siswa introvert, memiliki waktu dan ruang tersendiri
memberikan dirinya kekuatan untuk merealisasikan pikirannya. Dengan demikian,
maka menempatkan siswa introvert ke dalam aktivitas yang melibatkan banyak
orang dan menuntut interaksi verbal sosial yang intens akan menghasilkan emosi
negatif yang memicu motivasi untuk menghindar (avoidance response).
Makna yang diberikan oleh siswa introvert terhadap “berbicara di depan
khalayak ramai” membentuk mindsetnya terhadap aktivitas tersebut. Mindset
yang terbentuk sedemikian rupa menciptakan emosi terhadap aktivitas tersebut
dan kemudian mencetuskan respons tertentu, dalam hal ini adalah respons
penghindaran. Jika hal ini terjadi terus-menerus di dalam struktur
pengalamannya, maka akan terbentuk pola respons yang konsisten dan jadilah
siswa tersebut seorang introvert yang konsisten. Saya tidak beranggapan bahwa
introvesion merupakan suatu kepribadian yang negatif, karena emosi positif juga
bisa membentuk kepribadian introvert. Bagi saya, kepribadian-kepribadian ini
menjadi konsisten karena frekuensi stimulus-respons dan hal ini membawa yang
bersangkutan pada zona nyaman (comfort zone). Namun dalam beberapa
konteks, kepribadian tertentu dapat menghambat kemajuan seseorang, dan ini
tergantung pada major yang ditekuni oleh sang pemilik kepribadian; misalnya
seorang siswa introvert akan mengalami kesulitan dalam mengembangkan
kemampuannya ketika dia menekuni Public Speaking.
69