Page 77 - Educational HYpnosis
P. 77
Educational Hypnosis (2018)
Free Ebook by Zainurrahman, S.S., M.Pd., CHt.
Zonahypnosis.wordpress.com
Kini kita bisa melihat bagaimana intensitas emosi, frekuensi emosi dalam
struktur pengalaman, emosi yang mengalami “fosilisasi” dapat membentuk
kepribadian; seperti yang disebutkan oleh Carver, Sutton, & Scheier (2000) bahwa
beberapa orang memiliki kehidupan yang penuh keceriaan, beberapa orang yang
lain memiliki kehidupan yang penuh kegundahan, dan ini merupakan dasar-dasar
yang membuat orang-orang ini berbeda antara satu dengan yang lainnya, dan
inilah yang disebut dengan individual difference. Bagaimana kita mengenali dan
membedakan seseorang dengan orang lain? Jawabannya adalah dengan
mengenali kepribadian mereka.
Dalam beberapa kasus, seseorang yang introvert di dalam kelas ternyata
extrovert di media sosial. Di dalam ruang kelas, seorang siswa sangat pendiam
namun bukan berarti tidak pernah merespons secara verbal dan tidak pernah
bersosialisasi diri. Di media sosial, seorang siswa introvert mungkin beranggapan
“tidak ada yang tahu bahwa saya seorang introvert”. Pada contoh lain, suasana
duka atau pengalaman menyedihkan bisa membuat seorang siswa extrovert
menjadi introvert karena siswa tersebut “larut” di dalam emosi sedihnya atau
perasaan dukanya. Hal ini benar-benar menunjukkan bahwa arus perubahan
emosi yang terletak sebagai basis atau dasar memengaruhi kepribadian sebagai
gelombang di permukaan atau yang biasa saya sebutkan sebagai “respons yang
dapat diamati”. Perubahan-perubahan kepribadian kontekstual dan situasional ini
mungkin tidak bersifat permanen atau tidak konsisten dan saya percaya bahwa ini
hanya persoalan frekuensi dan intensitas emosi saja. Jika frekuensi emosi dalam
contoh di atas tinggi, maka besar kemungkinan terjadi perubahan kepribadian.
Hal ini berdasar pada pemahaman bahwa ada hal-hal tertentu yang ingin dicapai
dan dihindari dengan menjadikan kepribadian sebagai instrumen. Seseorang
menghindari banyak bicara pada saat yang sama mendekati aktivitas kurang
berbicara, dan begitu pula sebaliknya. Penghindaran dan pendekatan ini memiliki
tujuan yang sarat dengan alasan-alasan emosional. Misalnya “Sangat penting bagi
saya untuk tidak berdiskusi agar saya bisa memahami mengapa hal ini bisa terjadi
kepada saya”. Intensnya “rasa bersalah” atau kecewa pada saran-saran orang lain
yang membawa konsekuensi yang tidak diinginkan dapat membentuk kepribadian
introversion. Dalam hal ini, saya juga percaya bahwa seseorang yang introvert
lebih percaya pada kapasitas dirinya sendiri untuk menemukan solusi atas sebuah
masalah atau jawaban atas sebuah pertanyaan dibandingkan dengan kapasitas
orang lain.
Kepribadian, pada akhirnya, menjadi muara dari kompleksitas berbagai
atribut yang melekat dan membentuk seseorang dan salah satu dari komponen
krusialnya adalah emosi. Mengelola emosi merupakan salah satu langkah esensial
untuk memajukan siswa dan ini berkaitan dengan proses pembelajaran, motivasi,
dan juga kepribadian. Akan tetapi, emosi siswa bukan satu-satunya hal yang
70