Page 137 - Tenggelamnya Kapal
P. 137

27. SEPENINGGAL HAYATI



               JENAZAH Hayati dan Zainuddin yang sakit, telah dibawa oleh Muluk ke Surabaya. Di sanalah
               Hayati berkubur. Ramai orang mengantarkan jenazahnya, terutama orang-orang yang berasal
               dari Sumatera.
               Setelah mayat terkubur, hiduplah yang tinggal dalam kenang-kenangan. Gambar besarnya yang
               tergantung di kepala almari buku masih tetap melihat kepada mereka. Selendang pembalut
               kepalanya yang berbekas darah, dan gambar Zainuddin yang telah lusuh kena air laut, dan
               surat penghabisan Hayati, yang terdiri dari tiga kayu kertas, semuanya tersusun di atas meja
               tulis Zainuddin sebaik-baiknya. Senantiasa dia duduk dalam kamar tulis itu mengamat-amati,
               merenung segala pusaka yang penuh kenangan itu. Kadang-kadang dia mengeluh menyesali
               dirinya, sehingga kian hari kian: muram.
               Setelah cukup tiga hari jenazah Hayati dikebumikan diajaklah Muluk oleh Zainuddin pergi ke
               pusara itu memarit dan membina kubur, dan menanam puding pancawarna di atasnya, menurut
               wasiat Hayati. Nisannya diperbuat daripada batu marmar yang ditulis begini bunyinya:


                                                          HAYATI

                          Meninggal lantaran kecelakaan kapal Van der Wijck pada 20 Oktober 1936.
               [217]



               Seketika akan pulang, dihadapinya mejan pusara itu seraya berkata: "Amat besar harapanku,
               supaya aku pun dapat berkubur di dekatmu kelak."

               Sejak kejadian yang hebat itu, tubuh Zainuddin kian lama kian lemah, dada sesak, pikiran selalu
               duka dan sesal yang tiada berkeputusan. Seakan-akan dipandangnya bahwa hidup yang
               sekarang ini hanya semata-mata singgah kepada suatu negeri yang menjemukan, yang tidak
               sedikit juga menarik hati. Seakan-akan seorang yang berdiri di peron stasiun sambil melihat-
               lihat jam, menunggu-nunggu kedatangan kereta api dengan tidak sabar, supaya dapat
               berangkat lekas. Sebab itu hatinya mulai mundur, tidak begitu suka lagi menerima tetamu yang
               tertarik dengan karangan-karangannya. Dan tidak pula pergi ke mana-mana. Tetapi jika dia
               duduk seorang dirinya dalam kamar, rasa-rasa kedengaran olehnya suara Hayati memanggil-
               manggil namanya tengah malam, seketika dia menumpang di sebuah Hotel di Malang itu. Rasa-
               rasa kedengaran olehnya air bergemuruh masuk ke dalam kapal Van der Wijck yang mulai
               karam. Yang sampai kepada waktu menutup hikayat ini, belum juga diketahui orang sebab-
               sebab makanya kapal itu tenggelam dengan tiba-tiba ke dasar lautan. Rasa-rasa terpenging
               ditelinganya pekik Hayati meminta tolong, tetapi seorangpun tak ada yang dapat menolong,
               sebab orang rintang memelihara jiwa send iri-sendiri. Mengapa makanya dia kulepaskan pergi,
               mengapa tidak kutahani, mengapa aku sekejam itu benar menyuruhnya pergi dari rumahku di
               waktu menangis beriba-iba meminta dia diberi izin tinggal dengan daku, menyelenggarakan
               hidupnya, mengembalikan mimpi dan angan-angannya.
   132   133   134   135   136   137   138   139   140