Page 119 - 16Feb18-BG Kristen kelas IX.indd
P. 119
Jadi jelaslah bahwa Kerajaan Sorga itu bukan suatu tempat yang ada di sorga.
Bukan pula suatu wilayah tertentu di muka bumi, melainkan suatu keadaan ketika
sekelompok orang yang menyerahkan dirinya kepada Allah dan bertindak sesuatu
dengan apa yang Allah kehendaki. Hal ini menjadi semakin jelas ketika kita membaca
dalam Matius 7: 21 yang memuat kata-kata Tuhan Yesus, ”Bukan setiap orang yang
berseru kepada-Ku: Tuhan, Tuhan! akan masuk ke dalam Kerajaan Sorga, melainkan
dia yang melakukan kehendak Bapa-Ku yang di sorga.”
Jadi, sekelompok orang Kristen dalam sebuah gereja dapat saja tidak tergolong
sebagai warga Kerajaan Sorga apabila mereka tidak menjalankan kehendak Bapa yang
di sorga. Misalnya, mereka bertengkar melulu, saling membenci, saling melontarkan
fitnah, bahkan dapat jadi pula saling berkelahi dan membunuh. Jelas semua ini
bertentangan dengan kehendak Bapa di sorga. Tuhan Yesus sendiri mengajarkan,
”Jika hidup keagamaanmu tidak lebih benar dari pada hidup keagamaan ahli-ahli
Taurat dan orang-orang Farisi, sesungguhnya kamu tidak akan masuk ke dalam
Kerajaan Sorga” (Mat. 5: 20).
Sebaliknya, mungkin pula ada orang yang kata-katanya menolak apa yang
diinginkan oleh Tuhan, namun dalam hidupnya ternyata ia mencerminkan kehendak
Tuhan. Tuhan Yesus menceritakan sebuah perumpamaan demikian:
28 ”Seorang mempunyai dua anak laki-laki. Ia pergi kepada anak yang sulung
dan berkata: Anakku, pergi dan bekerjalah hari ini dalam kebun anggur.
29 Jawab anak itu: Baik, bapa. Tetapi ia tidak pergi. Lalu orang itu pergi
30
kepada anak yang kedua dan berkata demikian juga. Dan anak itu menjawab:
Aku tidak mau. Tetapi kemudian ia menyesal lalu pergi juga. Siapakah di
31
antara kedua orang itu yang melakukan kehendak ayahnya?” Jawab mereka:
”Yang terakhir.” Kata Yesus kepada mereka: ”Aku berkata kepadamu,
sesungguhnya pemungut-pemungut cukai dan perempuan-perempuan sundal
akan mendahului kamu masuk ke dalam Kerajaan Allah (Mat. 21: 28–31).
Perumpamaan ini menceritakan kepada kita kisah dua orang kakak-beradik.
Anak pertama menyatakan bersedia membantu ayahnya di ladang, namun ternyata
ia tidak pergi. Anak yang kedua menolak pergi, namun kemudian ia menyesal dan
pergi juga. Anak yang sulung sering kali diartikan sebagai orang-orang Farisi dan
para ahli Taurat. Mereka mengaku mau melaksanakan kehendak Allah di sorga,
namun pada praktik hidup mereka sehari-hari malah mereka tidak melakukannya.
Anak yang kedua, seperti dalam kisah perumpamaan ”Anak yang Hilang” (Luk. 15:
11–32), adalah orang-orang bukan Yahudi yang menolak melaksanakan kehendak
Allah di sorga, namun kemudian menyesal dan bertobat serta melaksanakannya di
dalam hidupnya.
Dari perumpamaan ini kita dapat menyimpulkan bahwa sekadar berkata ”ya”
kepada Tuhan, namun tidak menjalankan kehendak-Nya tidaklah cukup. Sekadar
mengaku percaya namun tidak melaksanakan perintah-perintah Tuhan, tidaklah
cukup. Juga tidak cukup hanya menjadi anggota gereja dan setia pergi ke gereja
setiap hari, namun tidak menjalankan kehendak Tuhan di dalam hidup sehari-hari.
Pendidikan Agama Kristen dan Budi Pekerti
111