Page 43 - 16Feb18-BG Kristen kelas IX.indd
P. 43
Terpujilah Engkau, Allah, Tuhan kami, Raja alam semesta yang tidak
menciptakan aku sebagai orang non-Yahudi.
Terpujilah Engkau, Allah, Tuhan kami, Raja alam semesta yang tidak
menciptakan aku sebagai seorang perempuan.
Terpujilah Engkau, Allah, Tuhan kami, Raja alam semesta yang tidak
menciptakan aku sebagai seorang hamba.
Doa di atas jelas menunjukkan bahwa perempuan dianggap kurang atau bahkan
tidak berarti dibandingkan dengan laki-laki. Doa di atas jelas menunjukkan bahwa
perempuan dianggap kurang atau bahkan tidak berarti dibandingkan dengan laki-laki.
Doa ini jelas-jelas bertentangan dengan firman Tuhan, karena Tuhan menciptakan
manusia baik laki-laki maupun perempuan dan menyebutnya ”sungguh amat baik”
(Kej. 1: 31).
Gereja juga menerima orang yang cacat yang tidak sempurna untuk menjadi
anggotanya. Ini berlawanan dengan pemahaman orang Yahudi yang menolak orang
cacat datang ke Bait Allah (Im. 21: 17–18, dst.). Namun dalam Kisah 8: 27–40
dikisahkan bahwa Filipus membaptis seorang sida-sida Etiopia. Sida-sida adalah
laki-laki yang dikebiri. Dalam aturan keagamaan Yahudi, orang yang dikebiri
dilarang masuk ke Bait Suci dan mempersembahkan korban. Dari sini jelas terlihat
bahwa gereja perdana justru membuka dirinya kepada orang-orang cacat atau yang
kini disebut sebagai kaum difabel.
Kata ”difabel” berasal dari bahasa Inggris, yaitu ”differently able”. Dengan kata
ini, orang ingin menghindari penggunaan kata ”cacat” yang sering kali digunakan
sebelumnya. Kata ”cacat” menunjukkan bahwa orang yang bersangkutan memiliki
kekurangan tertentu. Pada kenyataannya, sering kali orang-orang seperti itu memiliki
kelebihan dalam sisi yang lain. Contohnya, seorang buta mungkin memiliki daya ingat
yang jauh lebih kuat daripada orang yang dapat melihat, karena ia memang didorong
untuk menghafalkan segala informasi yang bagi orang lain dapat dengan mudah dicari
dalam buku di rumahnya. Jelaslah bahwa orang buta ini bukanlah cacat, melainkan dia
memiliki ”kemampuan yang lain” atau ”different ability”.
Selain itu, gereja perdana juga terbuka kepada orang dari berbagai-bagai
kelompok suku dan etnis. Banyak gereja di Indonesia yang terbentuk di dalam
kelompok-kelompok suku tertentu. Akibatnya, dapat tercipta eksklusivisme kesukuan
di gereja-gereja tersebut. Kelompok suku tertentu menganggap gerejanya lebih baik
dan lebih hebat daripada kelompok suku yang lain. Adakah gereja seperti itu di
Indonesia? Semoga tidak ada. Jika hal ini terjadi, tentu Tuhan Yesus akan merasa
sangat berduka, sebab Ia sendiri, menurut Efesus 2: 14, ”damai sejahtera kita yang
telah mempersatukan kedua pihak dan yang telah merubuhkan tembok pemisah,
yaitu perseteruan…”
Pendidikan Agama Kristen dan Budi Pekerti
35