Page 113 - kebudayaan
P. 113
dan sesama wijkmeester. Persoalan dalam novel Zonder Lentera juga
muncul karena hubungan dengan orang-orang bumiputra dan orang-
orang Eropa. Kondisi yang demikian tentunya mengindikasikan bahwa
orang-orang Tionghoa tidak dapat melepaskan diri dari lingkungan-
nya.
Hindia Belanda sebelum Perang Dunia II dikuasai oleh peme-
rintahan Hindia Belanda, dan pada waktu itu gerakan kebangsaan
mulai mengemuka. Orang-orang bumiputra terutama kaum mu-
danya berdiskusi, berdebat, dan bersepakat ingin melepaskan diri
dari pemerintahan Belanda. Beberapa gerakan kebangsaan muncul
pada masa itu, dan yang paling dikenal masyarakat adalah Kongres
Pemuda pada 1928 yang menghasilkan ikrar Sumpah Pemuda. Kwee
Tek Hoay, seorang pengarang Tionghoa yang hidup pada masa itu,
tentunya tidak terlepas dari gegap gempita gerakan kebangsaan terse-
but. Namun, sebagai orang yang berada di luar gelanggang perdebatan,
orang-orang Tionghoa tersebut memiliki pandangan yang berbeda
tentang kebangsaan.
Warna kebangsaan yang muncul dalam karya-karya Kwee
Tek Hoay, sebagaimana digambarkan melalui tokoh-tokoh yang
diciptakannya, adalah kebangsaan yang dimiliki oleh semua orang.
Negeri yang dibangun adalah negeri yang diisi oleh berbagai bangsa
dan mereka hidup dengan damai. Kebangsaan yang diinginkan adalah
kebangsaan sebagaimana yang ada pada masa kerajaan Majapahit di
bawah naungan Buddha. Selain itu, sebagaimana tergambarkan dalam
roman Drama di Boven Digul, orang-orang Tionghoa tidak ikut secara
langsung memperjuangkan kebangsaan tersebut. Mereka mendukung Buku ini tidak diperjualbelikan.
terwujudnya negeri yang merdeka, tetapi mereka tetap orang “luar”
juga.
100 Narasi Kebangsaan dalam ...