Page 115 - kebudayaan
P. 115

Salmon, C. (2010). Sastra Indonesia awal kontribusi orang Tionghoa. Jakarta:
                 Kepustakaan Populer Gramedia dan Ecole francaise d’Extreme-Orient.
            Santosa, I. (2012). Peranakan Tionghoa di Nusantara. Jakarta: Kompas.
            Sidharta, M. (1996). Kwee Tek Hoay, pengarang serba bisa. Dalam L.
                 Suryadinata (Ed.), Sastra peranakan Tionghoa Indonesia (hlm. 323–
                 348). Jakarta: Grasindo.
            Siswantari. (2000). Bekmeester di Betawi (1800–1900) sebuah studi tentang
                 posisi dan peran wijkmeester di Batavia pada masa kolonial Belanda.
                 Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Universitas
                 Indonesia, Lembaga Penelitian.
            Sulton, A. (2015). Bacaan liar harapan menuju kemerdekaan. Bahasa dan
                 Sastra, 15(12), 213–229.
            Sumardjo, J. (2004). Kesusastraan Melayu rendah masa awal. Yogyakarta:
                 Galang Press.
            Suryadinata, L. (1996).  Sastra  peranakan  Tionghoa  Indonesia. Jakarta:
                 Grasindo.
            Tian, J. (2004).  Ideologi Ketionghoaan  Kwee Tek Hoay dalam dua novel:
                 Ruma Sekola yang Saya Impiken dan Drama di Boven Digul [Tesis].
                 Universitas Indonesia.
            Wahyudi, I. (2001). Kata pengantar. Dalam Marcus A. S. & P. Benedanto
                 (Ed.), Kesastraan Melayu Tionghoa dan Kebangsaan Indonesia: Empat
                 Karya Kwee Tek Hoay Nonton Capgome, Zonder Lentera, Berkahnya
                 Malaise, Atsal Mulahnya Timbul Pergerakan Tionghoa Jilid 4 (hlm.
                                                                                Buku ini tidak diperjualbelikan.
                 1–68). Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia.






















          102    Narasi Kebangsaan dalam ...
   110   111   112   113   114   115   116   117   118   119   120