Page 149 - kebudayaan
P. 149
naan kekuasaan, pengkhianatan, dan peperangan/pemberontakan.
Raben (2011) menggambarkan Indonesia pada 1950-an sebagai tahun-
tahun gagalnya penegakan demokrasi perlementer dan tahun-tahun
bergolaknya daerah.
Situasi tersebut berdampak pada perkembangan kebudayaan di
Indonesia, terutama bidang kesusastraan. Pada kurun waktu itu, sastra
Indonesia dipengaruhi oleh keadaan sosial, politik, ekonomi, krisis
akhlak dan moral, serta tidak adanya pemerataan dalam tingkatan
sosial. Dengan kata lain, bidang ekonomi yang merosot menyebabkan
kemiskinan, pengangguran, dan terhambatnya segala bidang, termasuk
penerbitan. Karya sastra yang lahir pada periode ini pada umumnya
“hanya” diterbitkan di majalah. Genre sastra yang dominan terbit di
majalah pada waktu itu adalah karya sastra puisi.
Puisi-puisi pada periode 1950-an pada umumnya mengangkat
masalah sosial, baik masalah di pusat maupun di daerah. Di luar yang
dimuat majalah sastra, ada juga beberapa puisi lepas dari beberapa
penyair, seperti puisi-puisi Chairil Anwar, Toto Sudarto Bachtiar, dan
lainnya. Di antara puisi yang tidak diantologikan (lepas) itu, ada satu
puisi yang ditulis oleh Haji Abdul Malik Karim Amrullah (Hamka)
yang berjudul “Kepada Saudaraku M. Natsir.” Sesuai judulnya, puisi
itu dipersembahkannya Hamka untuk sahabatnya, M. Natsir.
Puisi adalah bentuk karya sastra yang mengungkapkan pikiran
dan perasaan penyair secara imajinatif dan disusun dengan mengon-
sentrasikan semua kekuatan bahasa dengan pengonsentrasian pada
struktur fisik dan struktur batinnya (Waluyo, 1987). Bahasa puisi,
menurut Coledrige (dalam Waluyo, 1987), adalah bahasa pilihan, Buku ini tidak diperjualbelikan.
yakni bahasa yang benar-benar diseleksi secara ketat oleh penyair.
Gagasan yang dicetuskan pun harus diseleksi dan dipilih yang terbaik
pula.
136 Narasi Kebangsaan dalam ...