Page 150 - kebudayaan
P. 150
Murry (1976) menyatakan bahwa puisi adalah bentuk asli dari
sebuah literatur. Sebagai genre dari karya sastra, puisi amat memper-
hatikan pemilihan aspek kebahasaan. Jadi, tidak salah jika dikatakan
bahwa bahasa puisi adalah bahasa yang tersaring penggunaannya.
Artinya, bahasa yang digunakan, terutama aspek diksi, telah melewati
seleksi ketat, dan dipertimbangkan dari berbagai sisi—baik yang me-
nyangkut unsur bunyi, bentuk, maupun makna—untuk memperoleh
efek keindahan. Selanjutnya, disebutkan bahwa bahasa dalam puisi
lebih didayagunakan sehingga memberi efek lebih dibandingkan ba-
hasa bukan puisi: lebih menyentuh, memesona, merangsang, mem-
bangkitkan imaji dan suasana tertentu, dan membangkitkan analogi
terhadap berbagai hal.
Pernyataan tersebut sejalan dengan pendapat Burton (1977) yang
menyatakan bahwa ketika seseorang pertama kali membaca atau
memahami puisi, citraan dan reaksi-reaksilah yang terus-menerus
terbentuk di dalam pikirannya. Terdapat tingkat yang berbeda dalam
intensitas pembacaan seseorang; lidah berhenti pada suatu ungkapan
atau tersandung (di) atas baris; suasana atau pertimbangan adjektiva
timbul menurut selera pembaca itu sendiri. Jika ditinjau dari bentuk
batin, menurut Spenser (dalam Waluyo, 1987), puisi merupakan
bentuk pengucapan gagasan yang bersifat emosional dengan mem-
pertimbangkan efek keindahan.
Untuk membahas kepengarangan dan menganalisis puisi Hamka
yang dijadikan sebagai objek penelitian, bab ini menggunakan teori
strukturalisme genetik. Strukturalisme genetik adalah analisis struktur
dengan memberikan perhatian terhadap asal-usul karya. Dengan Buku ini tidak diperjualbelikan.
demikian, strukturalisme memberikan perhatian terhadap analisis
intrinsik dan ekstrinsik (Ratna, 2004). Sebagai sebuah teori kritik
(Yudiono, 2009), strukturalisme membantu pengarang dalam me-
ngukur kemampuannya, bahkan mengetahui sejauh mana karyanya
bermanfaat bagi masyarakat pembaca. Karya sastra apa pun meru-
“Kepada Saudaraku M. Natsir“ ... 137