Page 154 - kebudayaan
P. 154
disapa Buya Hamka. Nama Hamka adalah singkatan dari Haji Abdul
Malik Karim Amrullah, sedangkan buya adalah panggilan kehormatan
untuk seorang yang berilmu dan dituakan di Minangkabau. Hamka
mempunyai seorang anak laki-laki yang bernama H. Rusydi Hamka.
Selain itu, beliau juga punya seorang anak angkat bernama Yusuf
Hamka.
Pendidikan pertama Hamka adalah SD Maninjau. Di SD Manin-
jau ini, Hamka hanya sampai kelas dua karena saat berusia 10 tahun,
ia ikut dengan ayahnya ke Padang Panjang. Dalam sebuah sumber
disebutkan bahwa di Padang Panjang ini ayah Hamka, Abdul Karim
bin Amrullah, mendirikan sekolah Sumatera Thawalib. Di Sumatera
Thawalib inilah Hamka kecil mempelajari agama dan mendalami
bahasa Arab. Hamka juga mengikuti pengajaran agama di masjid yang
diberikan ulama terkenal, seperti Syeikh Ibrahim Musa, Syeikh Ahmad
Rasyid, Sutan Mansur, R.M. Surjopranoto, dan Ki Bagus Hadikusumo
(Wiyaya, dalam “Biografi Buya Hamka”, tanpa tahun).
Sejak muda, Hamka dikenal sebagai seorang pengelana. Ayahnya
bahkan memberi gelar Si Bujang Jauh. Pada usia 16 tahun, ia merantau
ke Jawa untuk menimba ilmu gerakan Islam modern kepada HOS
Tjokroaminoto, Ki Bagus Hadikusumo, R.M. Soerjopranoto, dan K.H.
Fakhrudin. Saat itu, Hamka mengikuti berbagai diskusi dan pelatihan
pergerakan Islam di Abdi Dharmo Pakualaman, Yogyakarta.
Selain aktif dalam keagamaan dan politik, Hamka juga seorang
wartawan, penulis, editor, dan penerbit. Sejak tahun 1920-an, Hamka
menjadi wartawan beberapa surat kabar, seperti Pelita Andalas, Seruan
Islam, Bintang Islam, dan Seruan Muhammadiyah. Pada 1928, ia men- Buku ini tidak diperjualbelikan.
jadi editor majalah Kemajuan Masyarakat. Pada 1932, ia menjadi editor
dan menerbitkan majalah Al-Mahdi di Makassar. Hamka juga pernah
menjadi editor majalah Pedoman Masyarakat, Panji Masyarakat, dan
Gema Islam. Hal ini diperkuat oleh Noer (1983) yang menyatakan
bahwa Hamka adalah ketua Majelis Ulama Indonesia, organisasi yang
“Kepada Saudaraku M. Natsir“ ... 141