Page 156 - kebudayaan
P. 156
C. Perspektif Kebangsaan dan Islami dalam Puisi “Kepada
Saudaraku M. Natsir”
Hamka dan M. Natsir menjalin tali persahabatan yang didasari rasa
saling mengagumi. Majalah Panji Masyarakat Nomor 251 Th XX, 15
Juli 1978/9 Syaban 1398 yang dikutip oleh dakta.com menyebutkan
bahwa persahabatan mereka diawali dengan kekaguman Hamka pada
tulisan-tulisan M. Natsir yang banyak menyeru untuk hidup dan mati
dalam perjuangan Islam. Tulisan-tulisan M. Natsir terbit di majalah
Pembela Islam dari tahun 1929. Bagi Hamka, berbagai tulisan M. Natsir
adalah pembentuk kekuatan dan keberanian dirinya. Mereka baru
bertemu dalam pertemuan yang tak disangka pada 1931.
Dalam persahabatan dua tokoh ini, Hamka menulis puisi untuk
M. Natsir. Berdasarkan artikel yang berjudul “Puisi Buya Hamka
kepada M. Natsir yang Baru Dibalas Dua Tahun Kemudian”, yang
ditulis oleh Mubarok diketahui bahwa Hamka pernah mengirimkan
puisi kepada sahabatnya, Mohammad Natsir, pada 1950-an. Puisi itu
dibuat pada 13 November 1957. Seperti sudah disinggung sebelumnya,
Hamka menulis puisi untuk M. Natsir ini di ruang Sidang Konstitu-
ante, setelah ia mendengar M. Natsir berpidato di Majlis Konstituante
(13 November 1957). Puisi tersebut berbunyi:
Kepada Saudaraku M. Natsir
Di pertengahan 1950-an…
Meskipun bersilang keris di leher
Berkilat pedang di depan matamu
Namun yang benar kau sebut juga benar Buku ini tidak diperjualbelikan.
Cita Muhammad biarlah lahir
Bongkar apinya sampai bertemu
Hidangkan di atas persada nusa
Jibril berdiri sebelah kananmu
Mikail berdiri sebelah kiri
“Kepada Saudaraku M. Natsir“ ... 143