Page 157 - kebudayaan
P. 157

Lindungan Ilahi memberimu tenaga
                Suka dan duka kita hadapi
                Suaramu wahai Natsir, suara kaummu
                Ke mana lagi, Natsir ke mana kita lagi
                Ini berjuta kawan sepaham
                Hidup dan mati bersama-sama
                Untuk menuntut ridho Ilahi
                Dan aku pun masukkan
                Dalam daftarmu

                                              Sumber: Mubarok (tanpa tahun)


                Pidato M. Natsir dalam Sidang Konstituante memang luar biasa.
            Husaini (2014) menyatakan bahwa dalam pidatonya, Natsir bicara
            tentang sekularisme, suatu cara dan sikap hidup yang hanya dalam
            batas keduniawian. Melalui pidatonya itu, Natsir mengupas kelemahan
            sekularisme sebagai paham tanpa agama.
                Karya puisi Hamka ini membawa pikiran kita masuk pada era
            1950-an. Tahun 1950-an adalah masa bergejolaknya revolusi di
            Indonesia. Kondisi ini ditandai dengan ekonomi yang labil, politik
            Indonesia yang tidak menentu, dan berbagai peristiwa lainnya. Per-
            golakan terjadi di mana-mana, baik pusat maupun daerah. Seperti
            kita ketahui, tak berapa lama sejak proklamasi kemerdekaan 1945, di
            Indonesia terjadi perang revolusi. Akibat dari revolusi, banyak anak
            kehilangan bapak, perempuan kehilangan suami, orang tua kehilangan
            anak, dan tak terhitung pula berapa pemuda yang gugur. Pemerintah
            pun tak kunjung berhasil mempersatukan daerah-daerah di Indonesia.   Buku ini tidak diperjualbelikan.
                Banyak peristiwa yang dilalui bangsa Indonesia pada periode
            1950-an, seperti pelaksanaan pemilu (pemilihan umum) pertama kali
            di Indonesia (tahun 1955) serta terbentuknya Pemerintah  Revolusioner
            Republik Indonesia (PRRI) dan pemberontakan Permesta yang
            mencerminkan pertentangan antara pemerintah daerah dan pemerin-




          144    Narasi Kebangsaan dalam ...
   152   153   154   155   156   157   158   159   160   161   162