Page 162 - kebudayaan
P. 162

mempertajam harapan Hamka untuk sahabatnya, bahwa bagaimana
              pun hasil dari perjuangan haruslah dirasakan oleh semua anak bangsa.
              Tak ada lagi tumpuan untuk berpijak, seperti tertuang dalam larik “ke
              mana lagi, Natsir ke mana kita lagi,” merupakan ekspresi kecemasan
              Hamka akan Indonesia yang sedang terpuruk pada 1950-an.
                  “Suaramu wahai Natsir, suara kaummu” menunjukkan bahwa
              Natsir adalah bagian dari rakyat dan Natsir adalah bagian dari Indo-
              nesia. Hamka yakin betul bahwa semua orang saat itu setuju dengan
              titah-titah Natsir (ini berjuta kawan sepaham). Natsir mewakili rakyat
              Indonesia yang berjuta-juta banyaknya untuk menegakkan kebenaran
              dan mengisi kemerdekaan. Lahirnya larik-larik dengan diksi yang
              tegas dan meyakinkan dari seorang Hamka tentulah beralasan. Hamka
              menyadari bahwa Natsir yang saat itu menjabat menteri adalah sosok
              yang bijaksana sehingga lahirlah diksi-diksi bernasnya Hamka bahwa
              “berjuta kawan sepaham” dengan M. Natsir.

                  Hidup dan mati bersama-sama
                  Untuk menuntut ridho Ilahi
                  Dan aku pun masukkan
                  Dalam daftarmu

                  Pada bait akhir puisinya, Hamka menyatakan perlunya kesatuan
              dan persatuan rakyat Indonesia yang sedang dirundung masalah.
              Larik “hidup dan mati bersama-sama” menunjukkan makna persatuan
              dan kesatuan. Bila dikaitkan dengan keislamannya, Hamka dengan
              tegas menyatakan bahwa sendi utama dan pertama ajaran Islam ialah
              kesatuan (Hamka, 2016: 204). Pada hakikatnya, ide Hamka itu adalah
              harapan untuk M. Natsir dan nasihat untuk pembaca agar senantiasa  Buku ini tidak diperjualbelikan.
              bersatu dalam memperjuangkan sesuatu; satu rasa, satu tujuan, sakit
              senang dirasakan bersama, bahkan mati pun bersama-sama. Hal ini
              tecermin dalam larik “hidup dan mati bersama-sama dalam menuntut
              ridho Illahi.”






                                              “Kepada Saudaraku M. Natsir“ ...  149
   157   158   159   160   161   162   163   164   165   166   167