Page 182 - kebudayaan
P. 182
Kau tebarkan depanku
Serta pandang yang memastikan: untukmu
Lalu kita sama termangu
Saling bertanya: apakah ini?
Cinta? Kita berdua tak mengerti
Sehari kita bersama. Tak hampir-menghampiri
Ah! Hatiku yang tak mau memberi
Mampus kau dikoyak-koyak sepi
Februari 1943
Puisi Sia-Sia Chairil Anwar dan Buah Rindu II Amir Hamzah
menampilkan situasi rasa yang sama, yakni kejumawaan. Namun, ada
perbedaan yang mendasar di antara keduanya. Bila Amir Hamzah
konsisten dengan kelembutan pilihan kata dan stabil dalam memain-
kan emosi dari “rasa kata” yang terdengar lembut, berbeda halnya
dengan Chairil Anwar. Chairil Anwar menampilkan situasi emosi
yang meninggi. Emosi yang semakin tinggi adalah cerminan karak-
ter Chairil yang ingin tampak selalu menyala. Chairil tampak tidak
terlalu kompromi untuk menaikkan tensi dari “rasa” yang dihasilkan
dalam kata sekaligus frasa-frasa dalam puisinya. Chairil cenderung
sibuk dengan keindividualannya yang tegas dan pasti saat ia mesti
mengakhiri benturan kontemplasi dalam larik Ah! Hatiku yang tak
mau memberi//Mampus kau dikoyak-koyak sepi. Buku ini tidak diperjualbelikan.
Kejumawaan Chairil Anwar dan Amir Hamzah dapat dilihat
juga dalam puisi Chairil Anwar berjudul Aku dan puisi Padamu Jua
milik Amir Hamzah. Dalam puisi Aku, ke“aku”an Chairil Anwar
memang mendominasi. Eksistensi liarnya yang mewakili sosok
individu Chairil yang sangat individualis tampak dalam sajak Aku.
Amir Hamzah dan ... 169