Page 177 - kebudayaan
P. 177
C. Amir Hamzah dan Chairil Anwar dalam Peranti
Kebahasaan
Selain memahami kiprah kesusastraan Amir Hamzah dan Chairil
Anwar, kita juga perlu memahami persoalan kedalaman untuk me-
ngetahui tema, nada, rasa, dan amanat di dalam karya-karya kedua
penyair. Hal tersebut merupakan usaha untuk memahami peranti
kebahasaan antara kedua penyair, di antaranya puisi Doa.
Doa
Dengan apakah kubandingkan pertemuan kita, kekasihku?
Dengan senja samar sepoi, pada masa purnama meningkat naik, setelah
menghalaukan panas payah terik.
Angin malam mengembus lemah, menyejuk badan, melambang rasa
menayang pikir, membawa angan ke bawah kursimu.
Hatiku terang menerima katamu, bagai bintang memasang lilinnya.
Kalbuku terbuka menunggu kasihmu, bagai sedap malam menyirak
kelopak.
Aduh, kekasihku, isi hatiku dengan katamu, penuhi dadaku dengan
cahayamu, biar bersinar mataku sendu, biar berbinar gelakku rayu!
Puisi Doa dapat disebut sebagai prosa yang terdiri dari lirik-lirik.
Namun, puisi tetap memiliki ciri korespondensi tersendiri. Puisi me-
miliki korespondensi semantis, sedangkan prosa berkorespondensi
sintaktis. Puisi yang dapat disebut prosa kini kerap disebut prosa lirik.
Tema dalam puisi Doa adalah kerinduan paling nyata di antara
aku dan Tuhan. Kerinduan kepada Tuhan disandingkan dengan Keka-
sih. Kekasih ditafsirkannya sebagai pesona yang sedang berjarak atau Buku ini tidak diperjualbelikan.
sedang berjauhan.
Nada dalam puisi Doa merupakan totalitas penyair terhadap
kerinduannya kepada kekasih. Amir Hamzah tidak memberi kesan
petuah atau nasihat; ia seperti berdiskusi di antara jiwa dan perasaan-
164 Narasi Kebangsaan dalam ...