Page 173 - kebudayaan
P. 173
Amir Hamzah mengemas bahasa ke dalam wilayah puisi. Hal
inilah yang menjadi jasa sekaligus perannya dalam perkembangan
bangsa. Peran ini tak lepas dari strategi sebuah angkatan, yakni Ang-
katan Pujangga Baru. Pada masa angkatan ini, puisi-puisi kebangsaan
muncul dengan corak yang menunjukkan rasa kebangsaan masih dalam
taraf cita-cita. Namun, para sastrawan Angkatan Pujangga Baru ini
aktif dalam pergerakan perjuangan kebangsaan dengan menunjukkan
estetika kesastraannya masing-masing. Perkumpulan Pujangga Baru
merupakan wadah untuk mengumpulkan para seniman, sastrawan,
budayawan, dan cendekiawan yang berasal dari berbagai daerah
di wilayah Indonesia. Mereka menerbitkan sebuah majalah, yakni
Pujangga Baru. Penerbitan perdananya memberi penjelasan tentang
kepentingan sastra dalam perjuangan sebagai berikut.
Dalam zaman pembangunan sekarang ini pun kesusastraan bangsa kita
mempunyai tanggungan dan kewajiban yang luhur. Ia menjelmakan
semangat baru yang memenuhi masyarakat kita. Ia harus menyampaikan
berita kebenaran yang terbayang-bayang dalam hati segala bangsa
Indonesia yang yakin akan tibanya masa kebenaran itu (Rosidi, 1977).
Chairil Anwar dilahirkan pada 26 Juli 1922 di Medan, berpen-
didikan MULO (tidak tamat), dan pernah menjadi redaktur Gelang-
gang (ruang kebudayaan Siasat pada 1948–1949 dan redaktur Gema
Suasana pada 1949. Kumpulan sajaknya ada beberapa, yaitu Deru
Campur Debu (1949), Kerikil Tajam yang Terempas dan yang Putus
(1949), dan Tiga Menguak Takdir (bersama Rivai Apin, dan Asrul Sani,
1950). Sajak lainnya, sajak terjemahannya, serta prosanya dihimpun
HB. Jassin dalam buku Chairil Anwar Pelopor Angkatan 45 terbitan Buku ini tidak diperjualbelikan.
tahun 1956. Selain menulis sajak, ia juga menulis karya terjemahan,
yaitu Pulanglah Dia Si Anak Hilang (karya Andre Gide, 1948) dan
Kena Gempur (karya John Steinbeck, 1951). Sajak-sajak Chairil juga
banyak diterjemahkan ke bahasa Inggris.
160 Narasi Kebangsaan dalam ...