Page 175 - kebudayaan
P. 175
Di balik pengaruhnya yang luas dan profan, Chairil Anwar juga
pribadi yang rapuh. Saat kepergian neneknya, ia menulis puisi berjudul
Nisan.
Bukan kematian benar menusuk kalbu
Keridaanmu menerima segala tiba
Tak kutahu setinggi itu atas debu
Dan duka maha tuan bertahta
Sajak Nisan adalah yang tertua atau dapat dikatakan pertama.
Namun, HB. Jassin menepisnya karena sebelum sajak Nisan, Chairil
Anwar sudah lebih dahulu menulis sajak-sajak bercorak Pujangga Baru
yang dibuang olehnya sendiri karena tidak memuaskan.
Chairil Anwar, sebagai pribadi yang “banal,” tentu saja berbeda
dengan Amir Hamzah. Namun, mereka memiliki kesamaan dalam
hal nasionalisme. Mereka juga berani mempertaruhkan kata-kata atau
diksi yang diampukan untuk membentuk frasa-frasanya sendiri. Amir
Hamzah dan Chairil Anwar adalah tokoh kesusastraan nasional yang
sifat nasionalismenya diwujudkan dalam moralitas sastrawi. Keduanya,
Amir Hamzah dan Chairil Anwar, memiliki semangat tinggi dalam
capaian estetika bentuk perpuisiannya. Dedikasi dan pengaruh mereka
terhadap kesusastraan Indonesia sudah tidak diragukan lagi, bahkan
pengaruh mereka seolah menjadi “adat-istiadat perpuisian” Indonesia
yang sampai hari ini masih berjalan.
Amir Hamzah dan Chairil Anwar ibarat pejuang yang terus
bergerilya dalam perbaruan sebuah bahasa. Hal ini lantaran sampai
hari ini mereka terus menjadi bahan perbincangan yang masih asyik Buku ini tidak diperjualbelikan.
untuk dikupas. Walaupun Amir Hamzah wafat pada 1946 dan Chairil
Anwar menyerah oleh penyakit yang menggerogoti tubuhnya, lintasan
zaman terus meniupkan semangat keduanya. Keduanya tetap berjuang
dalam jalan “sunyinya” masing-masing.
162 Narasi Kebangsaan dalam ...