Page 171 - kebudayaan
P. 171
Untuk mengetahui tafsiran kebangsaan kedua penyair, penulis
menggunakan pendekatan sosio-kultural pemodelan Grebstein (1968)
(dalam Damono, 2002). Teori tersebut mengatakan bahwa setiap karya
sastra adalah hasil dari pengaruh timbal-balik yang rumit dari faktor-
faktor sosial dan kultural, dan karya sastra itu sendiri merupakan
obyek kultural yang rumit. Hal tersebut untuk mengetahui bahwa
karya sastra tidak dapat dipahami secara lengkap apabila dipisahkan
dari lingkungan, kebudayaan, atau peradaban yang membentuknya.
Satu cara strateginya adalah dalam konteks yang seluas-luasnya, dan
tidak hanya dirinya sendiri. Satu cara menafsirkan karya sastra yang
demikian adalah dengan keterbukaan pemikiran dalam melihat
hubungan keterkaitan situasi karena karya sastra bukan berbicara
pada dirinya sendiri, melainkan kepada pembacanya.
Untuk menemukan kedalaman antara Amir Hamzah dan Chairil
Anwar, penulis merasa perlu untuk membuat perbandingan. Sebuah
perbandingan dirasa perlu mengingat kedua penyair berasal dari
lingkungan berbeda sekalipun asal negaranya sama. Menurut Sa-
pardi Djoko Damono (2005), bandingan dalam sastra bukan sekadar
memban dingkan dua sastra dari dua negara atau bangsa, melainkan
juga sesama bangsa sendiri, misalnya antarpengarang, antargenetik,
antarzaman, antarbentuk, dan antartema. Berdasarkan asumsi bahwa
karya sastra sama pentingnya dengan bentuk dan teknik penulisan-
nya dan karya sastra yang bisa bertahan lama adalah yang berkaitan
dengan moral, mustahil mempertahankan kajian ini tanpa membi-
carakan moral terpendam dari kedua penyair ini sekaligus peranti
kebahasaannya. Buku ini tidak diperjualbelikan.
B. Amir Hamzah dan Chairil Anwar dalam Kesusastraan
Indonesia
Amir Hamzah dilahirkan di Tanjungpura, Langkat, Sumatra Utara,
pada 28 Februari 1911. Setamat HIS di Tanjungpura pada 1924, ia
158 Narasi Kebangsaan dalam ...