Page 170 - kebudayaan
P. 170
amboi dan beberapa kata lain dari bahasa daerah. Pandangan tersebut
menguarkan lebih dari sekadar persoalan kebangsaan dari sisi bahasa.
Konsep Chairil Anwar mengenai seni dan seniman pun tampak
memiliki keunikan dan keberanian tersendiri. Baginya, seniman
adalah seorang pemberani dan tidak boleh berpangku tangan di
belakang meja. “Tiap seniman harus seorang perintis jalan…,” ujar
Chairil. “Penuh keberanian, tenaga hidup. Tidak segan memasuki
hutan rimba penuh binatang-binatang buas, mengarungi lautan lebar
tidak bertepi, seniman adalah tanda dari hidup yang melepas-bebas”
(Eneste, 1995).
Karya-karya Chairil Anwar identik dengan kebebasan. Namun,
kebebasan bagi Chairil Anwar bukanlah tanpa kompromi. Ia berkom-
promi terhadap bahasa dan berpikir bagaimana bahasa dapat selalu
bergerak ke sana kemari hingga tetap berbunyi dan indah ketika sampai
ke pembacanya. Chairil Anwar berkompromi dalam geliat petualangan
bahasanya. Ia juga melampaui berbagai aturan dan konvensi, misalnya
corak Pujangga Baru.
Sajak-sajak Chairil Anwar menyediakan dasar bagi penulisan
puisi sampai hari ini. Dalam sajak-sajak Indonesia yang terbaik, kita
selalu dapat menemukan jejak-jejak sastrawan ini. Demikianlah situasi
Chairil Anwar dalam lingkupnya menegakkan sastra dan budaya
tulisan, menurut Dewanto (dalam Eneste, 2016).
Tulisan ini mencoba mengkaji tentang bagaimana Amir Hamzah
dan Chairil Anwar dalam kesusastraan Indonesia dan bagaimanakah
peranti kebahasaan antara Amir Hamzah dan Chairil Anwar. Sampel
data diambil dari kumpulan puisi tunggal Chairil Anwar yang sudah Buku ini tidak diperjualbelikan.
dikenal masyarakat, yakni “Aku Ini Binatang Jalang” yang di dalamnya
termaktub puisi-puisi Chairil Anwar sejak 1942–1949. Sampel data
lainnya adalah kumpulan puisi Amir Hamzah “Padamu Jua” yang
berisi sajak sejak 1930–1941.
Amir Hamzah dan ... 157