Page 161 - Cerita-Rakyat-Pulau-Buru-Kezia-PDF
P. 161
Antologi CeritA rAkyAt PulAu Buru Antologi CeritA rAkyAt PulAu Buru
Saudagar itu meminta izin untuk berdagang di kampung
itu. Setelah beberapa hari menetap di situ, saudagar itu telah
menyatu dengan warga setempat. Malahan, saudagar itu
disapa warga dengan sebutan habib.
Habib itu sudah jatuh hati dengan kampung tandus itu.
Hentakan dan derap kaki kudanya sudah menyatu dengan
alam kampung itu. Warga merasa nyaman karena habib
tersebut sudah menyejukkan akhlak dan kalbu mereka. Ajaran
dan nilai-nilai Islam telah tertanam dalam jiwa mereka.
Perilaku dan ajaran yang dibawa sang habib itu
menumbuhkan kecintaan dan hormat warga kepada sang
habib. Untuk itu, warga meminta sang habib untuk menjadi
ulama di kampung itu. Mengetahui permintaan itu, sang habib
kembali bertanya kepada warga.
“Jika saudara-saudara setuju, saya akan memberi nama
kampung ini dengan nama kampung Sihon. Apa saudara-
saudara setuju?” tanya sang habib.
Pertanyaan sang habit itu dijawab spontan oleh warga.
“Kami setuju wahai habib,” sahut warga serentak. “Kami
mengikhlaskan kampung ini dibimbing oleh habib,” lanjut
warga.
Lanas, habib itu menjelaskan arti Sihon. Sihon itu
artinya bukit. Nama itu sesuai dengan kondisi dan situasi alam
kampung itu. Kampung itu mirip dengan kampung yang ada
di tanah Arab (Yaman). Bukit-bukit tandus disebut Sihon.
Sejak saat itu, saudagar dari Arab semakin banyak
yang berdagang ke kampung Sihon. Sang habiblah yang
menjadi perantara saudagar Arab datang ke Pulau Buru.
Islam kemudian berkembang pesat di kampung itu hingga ke
kampung-kampung lainnya di Pulau Buru.
150 150