Page 158 - Cerita-Rakyat-Pulau-Buru-Kezia-PDF
P. 158

Antologi CeritA rAkyAt PulAu Buru                                              Antologi CeritA rAkyAt PulAu Buru

            rukun dan damai dan saling menolong. Tidak ada permusuhan
            di antara sesama mereka.

                  Hari berganti hari, kehidupan mereka tetap berjalan
            walau dalam kehidupan ekonomi yang pas-pasan. Hasil usaha
            hari ini hanya dapat dimakan hingga malam hari. Besok
            kembali bekerja lagi. Walau hidup pas-pasan, mereka selalu
            bersatu dan saling membantu dalam suka maupun duka.
                  Kampung yang selalu hidup harmonis itu rupanya
            menyimpan satu masalah serius. Belum ada pemuka agama
            yang mengatur agama dan peradatan di kampung itu. Warga
            membutuhkan sosok ahli agama untuk memperkuat nilai-
            nilai agama mereka. Warga kampung itu tidak mau dinilai
            oleh warga dari kampung lain sebagai pengguna ilmu hitam.
                  Ketiadaan pemuka agama menjadikan kampung mereka
            disebut  orang  lain  sebagai  kampung  pengguna  ilmu  hitam.
            Orang lain yang berkunjung ke kampung itu akan mengatakan
            hal  itu. Kadangkala,  orang  lain  itu mengatakan  jika malam
            hari, mereka melihat kepala manusia yang menyala seperti
            bola api. Makhluk-makhluk aneh itu beterbangan di dalam
            kampung itu.
                  Selain kepala menyala seperti bola, ada burung hantu
            di kampung itu. Jika burung itu berteriak pada malam hari,
            maka pagi hari nanti, akan ada warga yang meninggal dunia.
            Begitulah kesan orang lain terhadap kampung itu. Akibatnya,
            tidak banyak orang yang datang ke kampung itu.
                  Pada suatu hari, beberapa pemuda duduk-duduk di
            bawah pohon sukun. Mereka itu bernama La Usman, Mamat,
            La Juma, dan Daeng Mani.
                  “Hei kawan, saya mau cerita mimpiku tadi malam,” kata
            La Usman.
                  “Kawan, mimpimu itu tentang bidadarikah?” tanya La
            Juma disambut sorak tawa Daeng Mani dan Mamat.

                                       147                                                                            147
   153   154   155   156   157   158   159   160   161   162   163