Page 83 - Cerita-Rakyat-Pulau-Buru-Kezia-PDF
P. 83

Antologi CeritA rAkyAt PulAu Buru                                              Antologi CeritA rAkyAt PulAu Buru

            lebih memilih merantau ke sini.” Begitu nasihat Ibu Sumarni
            kepada anak-anaknya.

                  Hari berganti hari, bulan berganti tahun. Keadaan
            kampung dan juga keluarga Pak Jalal tidak banyak berubah.
            Masalah yang ada tidak kunjung berubah hingga anak-
            anak Pak Jalal satu persatu menikah. Anak perempuan
            meninggalkan  kampung  mengikuti  suaminya.  Akan  tetapi
            Rudi anaknya yang sulung, walaupun telah menikah, ia dan
            istrinya memilih tetap tinggal di kampung. Rudi meneruskan
            pekerjaan ayahnya sebagai petani.
                  Suatu hari, Rudi berinisiatif untuk membuka lahan baru
            untuk berkebun bersama ayahnya di lereng sebuah gunung.
            Kebetulan, di dekat kampung mereka, terdapat sebuah
            gunung. Puncak gunung itu cukup tandus. Tidak ada pohon-
            pohon besar. Yang ada hanyalah pohon kayu putih yang
            jumlahnya tidak banyak. Namun Rudi tetap membuka lahan
            di lereng gunung itu. Rudi memilih puncak gunung karena di
            kaki gunung, sering terjadi banjir.
                  “Bagaimana kalau kita membuka lahan baru di lereng
            gunung itu? Kita bisa menghindari banjir tahun ini,” tanya
            Rudi pada ayahnya.
                  “Lereng itu berada di dataran tinggi. Kita bisa menggarap
            lahan di dekat kali Anahoni,” lanjutnya tanpa menunggu
            jawaban dari ayahnya.
                  “Boleh juga, Nak. Asalkan kita garap bersama karena
            kondisi lutut ayah  ini sering terasa kaku,” jawab Pak Jalal
            sambil perlahan mengusap lututnya yang ngilu.
                  “Baiklah, Yah. Besok pagi-pagi sekali kita pergi ke sana
            dan  melihat  lahan  yang  bisa  kita  garap,”  ujar  Rudi  dengan
            gembiranya karena usulannya diterima ayahnya.
                  Keesokan paginya, waktu baru menunjukkan pukul
            04:00. Seperti biasa, Ibu Sumarni sudah sibuk di dapur.

                                       72                                                                              72
   78   79   80   81   82   83   84   85   86   87   88