Page 86 - Cerita-Rakyat-Pulau-Buru-Kezia-PDF
P. 86
Antologi CeritA rAkyAt PulAu Buru Antologi CeritA rAkyAt PulAu Buru
“Pakai apa?” tanya Pak Jalal.
“Setelah makan, saya akan siapkan tempurung dan
melapisinya dengan karet ban yang sudah kusiapkan,” jawab
Rudi.
“Apa itu akan berhasil?” tanya Pak Jalal balik.
“Iya. Butiran emas akan melekat di karet ban itu,” jawab
Rudi.
“Semoga benar emas,” jawab Pak Jalal penuh harap.
Setelah pulang dari masjid, Pak Jalal dan Rudi memeriksa
kembali tanah itu. Tanah dimasukkan ke dalam tempurung
kelapa. Sejumlah peralatan lain juga dipakai untuk mengetes
tanah itu.
“Allah Maha Besar, Nak! Ini memang emas,” teriak Pak
Jalal sambil bersujud syukur. Dalam tempurung kelapa itu,
terlihat butiran-butiran emas.
“Alhamdulillah…” suara Ibu Sumarni setengah berteriak
seraya memeluk Ani, dengan air mata bahagia seakan tak
percaya apa yang mereka temukan.
Keesokan harinya, Pak Jalal dan Rudi kembali ke lahan
tersebut. Keduanya mengolah tanah itu di kali Anahoni, tak
jauh dari lahan. Saat itu mereka menggunakan wajan kecil
untuk memisahkan tanah dan butiran emas. Begitu setiap hari
pekerjaan mereka.
Pada suatu pagi yang cerah. “Nak, hari ini kita jangan
ke lahan dulu. Kebetulan hari ini, hari Jumat. Kita ke Namlea
untuk menjual hasil emas yang kita kumpulkan ini,” kata Pak
Jalal.
“Iya,” jawab Rudi seraya beranjak dari tempat duduknya
dan bersiap-siap. Ayah dan anak itu berangkat ke Namlea
untuk menjual emas mereka.
75 75