Page 513 - Karen Armstong - Sejarah Tuhan
P. 513

http://pustaka-indo.blogspot.com

                   diyakini  lawan-lawan  kita)  adalah  surga,  dan
                   tak  ada  tempat  yang  lebih  jauh  dari  surga,
                                             49
                   kecuali titik pusat bumi.
             Argumen  Bellarmine  terdengar  tak  masuk  akal  bagi  kita  di
             zaman sekarang. Bahkan, orang Kristen yang paling literalis
             sekalipun  tak  lagi  membayangkan  bahwa  neraka  sungguh-
             sungguh  berada  di  pusat  bumi.  Namun,  banyak  orang  yang
             dikejutkan  oleh  teori-teori  ilmiah  lainnya  yang  menyatakan
             “tak  ada  ruang  bagi  Tuhan”  dalam  kosmologi  yang  lebih
             maju.

             Pada masa ketika Mulla Shadra mengajarkan umat Muslim
             bahwa  surga  dan  neraka  terletak  di  alam  imajiner  dalam
             setiap  individu,  tokoh-tokoh  gereja  semacam  Bellarmine
             masih  dengan  teguh  berpendirian  bahwa  surga  dan  neraka
             memiliki  lokasi  geografis.  Ketika  para  Kabbalis  menafsir
             ulang  kisah  biblikal  tentang  penciptaan  secara  sangat
             simbolik  dan  mengingatkan  para  murid  mereka  untuk  tidak
             memahami  mitologinya  secara  harfiah,  orang-orang  Katolik
             dan  Protestan  justru  mengajarkan  bahwa  Alkitab  adalah
             benar  secara  faktual  dalam  setiap  perinciannya.  Ini  akan
             membuat  mitologi  religius  tradisional  rentan  terhadap  sains
             baru dan akhirnya menutup kemungkinan bagi banyak orang
             untuk beriman kepada Tuhan. Para teolog itu ternyata tidak
             mempersiapkan umat mereka dengan baik untuk menghadapi
             tantangan  yang  mendekat  ini.  Sejak  era  Reformasi  dan
             munculnya  antusiasme  baru  terhadap  Aristotelianisme  di
             kalangan  kaum  Protestan  dan  Katolik,  mereka  mulai
             mendiskusikan  Tuhan  seakan-akan  dia  merupakan  sebuah
             fakta objektif. Hal ini pada akhirnya membuat kaum “ateis”
             baru akhir abad kedelapan belas dan awal abad kesembilan
             belas bisa mengenyahkan Tuhan sama sekali.

             Leonard lessius (1554-1623), teolog Jesuit dari Louvain yang



                            ~506~ (pustaka-indo)
   508   509   510   511   512   513   514   515   516   517   518