Page 192 - Pendidikan Rusak-Rusakan (Darmaningtyas)
P. 192

hubungan seks pranikah,    tak  lain  karena  media  komunikasi  masa
                                            j
              lalu  dengan  masa  sekarang angkauannya      penyebaran   informa-
              sinya  sangatlah  berbeda.  Dulu   belum   ada  media   massa  yang
              memberitakannya.    Kalaupun ada,    amat  terbatas, sehingga emua
                                                                            s
              persoalan  itu  dilokalisasi  dalam  ruang  dan  waktu  yang  sangat
              terbatas  pula  dan  hanya  menjadi  wacana   komunitas   kecil.  Ber-
              beda  dengan   zaman   sekarang, angkauan     media   massa   sangat
                                                j
              luas,  apalagi  dengan  siaran  televisi  nonstop  24 am.
                                                                j
                   Demikian halnya   bila seolah-olah  tidak pernah  muncul  kasus
              hubungan seks pranikah,    itu  karena  (salah satunya)  usia menikah
              yang  masih  sangat  belia  (belasan  tahun).  Sampai  awal  dekade
              1970-an,  pernikahan  dalam   usia  belasan  tahun,  baik  untuk  laki-
              laki  maupun  perempuan,   masih  dianggap   wajar.  Tapi  bersamaan
              dengan   pelaksanaan    program    Keluarga   Berencana   (KB)   dan
              membaiknya     tingkat  pendidikan   masyarakat,   pernikahan   usia
              remaja  dinilai  sebagai  bentuk  kekeliruan.  Penilaian  seperti  itu
              diperkuat  dengan   lahirnya  UU  No.l  Tahun  1974  tentang  Perka-
              winan,  yang   mensyaratkan    usia  minimal   menikah    21  tahun.
              Meski  demikian,  hingga  memasuki    tahun  2000,  di beberapa  tem-
              pat  di tanah air  ini  masih banyak  dijumpai  pernikahan  pada  usia
              sangat  belia,  terutama  di  daerah  pedesaan.  Tidak  perlu  jauh-
                           J
              jauh  ke  luar awa,  di  pelosok awa  pun  masih   banyak  ditemui.
                                              J
                   Pengunduran    usia  pernikahan  itu secara  rasional  dapat dite-
              rima  sebagai  upaya  perbaikan  kualitas generasi  mendatang.  Tapi
              perlu  disadari  pula,  masalah  tersebut  memberikan   beban   baru
              kepada  para remaja.  Di  satu  pihak,  pertumbuhan  biologis remaja
              lebih  cepat  berkat  makanan  yang  dikonsumsinya    makin  bergizi
                                            c
              serta  adanya  stimulus  yang ukup    kuat  dari  media  audiovisual.
              Tapi  di  lain  pihak,  hasrat  biologis  justru  harus  ditekan  demi
              pendidikan,   karir,  dan  moralitas.

                   Kondisi   objektif  ini  sesungguhnya   menempatkan     remaja
              dalam uasana    sangat  dilematis:  menikah  pada  usia  begitu  belia
                     s
              demi  menghindari    terjadinya  hubungan   seks  pranikah  sungguh
              tidak  sesuai  dengan    tuntutan   zaman,   tapi  m e n u n d a  masa
   187   188   189   190   191   192   193   194   195   196   197