Page 211 - Pendidikan Rusak-Rusakan (Darmaningtyas)
P. 211
sudah katam dan esok paginya baru selamatan yang ditandai
dengan nasi ingkung, yaitu nasi uduk dengan ayam kampung.
Bagi yang belum katam, mereka diwajibkan mengulang lagi dari
awal, bersama-sama dengan anak muda lain pada angkatan
berikutnya.
Tahapan demi tahapan dalam proses berguru itu dijalani
secara berurutan satu per satu. Tidak biasa puasa Senin-Kamis
digabung dengan puasa mutih maupun ngrowot. Puasa mutih
(tidak makan garam) baru dapat dijalankan setelah puasa Senin-
Kamis usai. Dan puasa ngrowot (makan umbi-umbian dan sayur-
an) hanya dapat dijalankan setelah puasa mutih usai. Demikian
pula mereka yang menjalani puasa tidur di hutan selama tujuh
hari tujuh malam, otomatis sudah menjalani ketiga puasa tadi,
yaitu Senin-Kamis, puasa mutih, dan puasa ngrowot.
Kesediaan menjalani tahapan satu demi satu secara ber-
urutan itu adalah bagian dari laku (proses) mencari ilmu. Ilmu
iku kalakonekanthi laku (pencapaian ilmu itu melalui proses belajar).
Jadi, mereka meyakini bahwa ilmu hanya dapat diperoleh
setelah melalui proses panjang. Ilmu tidak bisa dikuasai secara
ujuk-ujuk (sekonyong-konyong), termasuk ilmu sulap atau ilmu
sihir. Kegiatan menyihir atau tukang sulap itu memang bisa
mengubah sesuatu menjadi bentuk lain dalam sekejap, tapi proses
penguasaan ilmu sihir atau sulap itu sendiri memerlukan waktu
panjang. Dedy Corbuzier, penyulap Indonesia misalnya, untuk
bisa bermain sulap perlu kuliah ke luar negeri selama bertahun-
tahun. Kalau ada orang mengatakan bahwa bermain sulap itu
mudah, itu karena orang yang bersangkutan menguasainya
dengan belajar keras selama bertahun-tahun.
Jadi bila dicermati, proses berguru anak-anak muda kam-
pung itu cukup memakan waktu panjang, ketekunan, kesabar-
an, ketabahan, keberanian, dan perjuangan berat. Tahapan demi
tahapan dalam pencarian ilmu itu harus mereka jalani satu per
satu, dan pada babak akhir mereka harus tidur di tengah hutan
tanpa memakai selimut/celana panjang sehingga harus tahan