Page 212 - Pendidikan Rusak-Rusakan (Darmaningtyas)
P. 212
dingin. Mereka juga harus melalui ujian berat untuk bisa dinyata-
kan lulus, yaitu mencari kayu bakar di hutan untuk dibawa
pulang dalam kondisi lapar, dan esampainya di rumah mereka
s
harus mencobakan ilmunya dengan cara membanting kayu yang
mereka sunggi membawa barang di atas kepala) tanpa terdengar
(
oleh orang lain. Mereka dinyatakan tidak lulus bila proses mem-
banting kayu itu sampai terdengar oleh orang lain.
1. Serba Instan
Belajar dari anak-anak muda di kampung saya yang secara
tekun mau menjalani proses berguru itulah yang membuat saya
t e r k e s i m a , ketika m e l i h a t a n a k - a n a k m u d a (pelajar dan
mahasiswa) sekarang selalu ingin serba cepat untuk bisa menda-
patkan hasil. Mereka tidak mau melewati suatu proses yang
panjang melelahkan, menuntut ketekunan, kesabaran, kerja
keras, apalagi perjuangan. Mereka ingin serba cepat, ibaratnya
sekali seduh langsung jadi. Kalau perlu, tidak usah memakai
proses sedikit pun, tapi langsung jadi atau dapat. Ibaratnya, bini
salabim, abracadabra, jadilah ilmu dan ijasah yang saya nanti-nan-
tikan untuk bekal mencari uang.
Kecenderungan serba intan dalam memperoleh ilmu penge-
tahuan sekaligus memperlakukan ilmu pengetahuan sebagai pro-
s
duk dan kurang menghargai proses itu, dari hari ke hari emakin
"
kuat. Istilah instan" yang semula hanya dikenal dalam makanan
dan minuman untuk menyebut mie atau susu instan, yaitu mie
atau susu yang sekali seduh sudah siap saji, secara tiba-tiba me-
nyeruak masuk menjadi kosakata ke dalam segala aspek kehi-
dupan, termasuk kehidupan mahasiswa. Dalam memperoleh
ilmu pengetahuan, mahasiswa inginnya sekali seduh langsung
jadi atau langsung dapat. Padahal, kenyataannya ilmu pengeta-
huan tidak seperti mie atau susu instan yang sekali seduh lang-
sung dapat dinikmati.
Istilah belajar sistem wayangan, untuk menunjuk para maha-
siswa yang suka belajar emalam suntuk setiap kali mau mengha-
s