Page 213 - Pendidikan Rusak-Rusakan (Darmaningtyas)
P. 213
dapi ujian, misalnya, tapi setelah itu tidak belajar lagi, merupakan
cerminan dari kuatnya budaya instan tadi. Tidak mengherankan
bila indeks prestasi mahasiswa tersebut menjadi bagus, tapi
penguasaan ilmu pengetahuan dalam bidangnya tidak sesuai
dengan tingginya nilai indeks prestasi. I lal itu disebabkan belajar
sistem wayangan, apalagi disertai dengan pembahasan soal-soal
ujian terdahulu, memang merupakan siasat untuk menjawab soal-
soal ujian, namun bukan upaya memahami ilmu pengetahuan
secara komprehensif. Berdasarkan pengalaman beberapa kawan
masa kuliah dulu, mereka yang memiliki nilai indeks prestasi
cukup tinggi, rata-rata sistem pembelajarannya lebih terfokus
pada mekanisme pembahasan soal-soal ujian tahun-tahun sebe-
lumnya. Akibatnya, setelah lulus, meskipun nilai indeks prestasi
(IP) mereka tinggi, mereka bingung mencari pekerjaan atau tidak
menguasai pengetahuan di luar yang mereka pelajari, alias kuper.
Munculnya istilah belajar sistem wayangan itu sendiri
merujuk pada pertunjukan wayang kulit yang sering diseleng-
garakan di masyarakat Jawa. Dalam pertunjukan wayang kulit
yang diselenggarakan semalam suntuk itu, dalang belum akan
berhenti sebelum lakon yang dimainkan selesai tuntas. Maka
orang yang belajar semalam suntuk sampai semua bahan yang
akan diujikan tuntas disebut sebagai belajar sistem wayangan.
Kita sering dan sudah lama mengecam belajar sistem wayang-
an ini, karena dinilai tidak sesuai dengan prinsip-prinsip pendi-
dikan yang amat menjunjung proses. Tapi ironisnya, sistem pen-
didikan tinggi di Indonesia sekarang, baik di PTN maupun PTS,
justru melegitimasi belajar sistem wayangan tersebut melalui pene-
rapan kebijakan sistem semester pendek, yaitu kegiatan belajar-
y
mengajar ang diselenggarakan secara padat dalam kurun waktu
dua bulan.
Secara filosofis, tidak ada perbedaan antara belajar sistem
wayangan dengan program semester pendek di PTN dan P I S .
Keduanya instan dan menempatkan pengetahuan semata-mata
sebagai produk, bukan sebagai proses. Bahkan sejujurnya,