Page 218 - Pendidikan Rusak-Rusakan (Darmaningtyas)
P. 218
terkait dengan keterbatasan otak manusia untuk berpikir secara
terus menerus. Otak mahasiswa kita tidak bisa dicekoki selama
delapan jam berturut-turut dari pagi sampai sore hanya untuk
menyerap informasi yang sama. Jelas, hanya sebagian kecil saja
yang bisa mereka serap.
2. Program Ekstensi
Fakultas Filsafat Universitas Gadjah Mada (UGM), tempat
saya belajar dulu, boleh jadi merupakan fakultas di PTN yang
pertama kali mengadakan program ekstensi. Program itu dimulai
sejak akhir dekade 1970-an dengan nama Program Khusus (PK).
Saya termasuk salah satu orang yang mengkritik program terse-
but. Pada suatu kuliah umum yang diberikan oleh Dekan Fakul-
tas Filsafat Prof. Dr. Kunto VVibisono (1986), yang pada waktu
itu juga diangkat menjadi Rektor Universitas Negeri Surakarta
(UNS), saya mengajukan kritik terbuka mengenai pelaksanaan
Program Khusus tersebut. Keberatan saya atas pelaksanaan.
Program Khusus itu adalah merendahkan martabat Fakultas Fil-
safat, karena ada asumsi di masyarakat bahwa masuk ke Fakultas
Filsafat itu mudah, yaitu asal sudah Sarjana Muda bisa masuk
ke sana. Asumsi itu menyebabkan hilangnya kebanggaan kami
sebagai mahasiswa Fakultas Filsafat, yang memang merupakan
fakultas terbaru di lingkungan UGM pada saat itu. Asumsi itu
s
sendiri juga keliru karena meski udah Sarjana Muda, tapi kalau
tidak lulus tes juga tidak diterima.
Pihak fakultas memiliki argumen lain. Menurutnya, pene-
rimaan mahasiswa baru Program Khusus itu dimaksudkan untuk
memperkenalkan kepada publik yang lebih luas mengenai keber-
adaan Fakultas Filsafat sebagai Fakultas termuda di UGM. Sekali-
gus juga diharapkan dapat mewarnai pemikiran para sarjana di
Indonesia, mengingat filsafat dipandang sebagai induknya segala
ilmu. Ada keprihatinan di kalangan para pendiri Fakultas Filsa-
fat, bahwa munculnya spesialisasi dalam bidang-bidang ilmu
pengetahuan telah berdampak pada terceraiberainya ilmu