Page 215 - Pendidikan Rusak-Rusakan (Darmaningtyas)
P. 215

Sebagai   program   yang   lahir  dari  pandangan   serta  sikap
               yang pragmatis dan    reduksionis,  program semester pendek    tidak
               akan  menciptakan    mutu   pendidikan    yang  baik  di  negeri  ini.
               Sebaliknya, justru  akan  memerosokkan    sistem  pendidikan   tinggi
                  j
               ke urang   kehancuran.   Sebab,  semester   panjang  yang  memakai
               proses  cukup  panjang   dan  melewati  tahapan  demi   tahapan  saja
               tidak  bermutu,  apalagi  semester   pendek.
                    Pertama,  proses  pembelajaran   dalam   semester   pendek   itu
               pasti  tergesa-gesa,  karena  dalam   waktu   singkat  harus  meng-
               habiskan bahan banyak.    Akibatnya,  dosen  pun  cara  memberikan-
               nya  serampangan,     sedangkan    mahasiswa    menerimanya     juga
               sepintas  lalu  saja  tanpa  pengendapan.
                    Kedua,  program  semester   panjang,  karena  waktu   pertemu-
               annya  selalu  mengalami   jeda,  memungkinkan     mahasiswa    yang
               rajin  untuk  membaca   ulang,  mendalami    materi  yang  diajarkan,
               mengunyah,    merenungkan,    dan  merefleksikan  dalam   kehidupan
               sehari-harinya.  Tapi  dalam  program   semester  pendek,  apa  yang
               diterima  mahasiswa   dari  dosen  tidak empat   diserap,  dikunyah,
                                                       s
               direnungkan,   apalagi  direfleksikan,  tapi  langsung  ditelan  begitu
               saja  untuk  ujian.  Persis  seperti  orang  menelan  obat:  agar  tidak
               pahit, obat  itu  ditelan  dengan air  minum  atau  buah-buahan  untuk
               memanipulasi     rasa  pahitnya.   Menelan    itu  berbeda   dengan
               mengunyah,    yang  memiliki   ritme  dan  unsur  rasa,  memerlukan
               proses,  kesabaran,   dan  waktu   sampai  32  kali  (pesan  dokter).
               Sedangkan    ketika  menelan   (orang  Jawa   menyebutnya     nguntal;
               istilah  yang  kasar,  tapi  tepat  untuk  melukiskan  orang  menelan
               obat),  sekali  barang  itu  dilempar  ke  dalam  mulut,   langsung
               ditelan.  Terkunyah   sedikit  saja  obat  itu  terasa  pahit.


                    Sistem   kredit  yang  sekarang  kita  anut  sebetulnya  sudah
               mengatur soal   beban  belajar  bagi  mahasiswa dan dosen,  termasuk
               alokasi  waktunya.  Karena  orang  dewasa   rata-rata  bekerja  45 jam
               seminggu,   maka   beban   studi  yang  wajar  bagi  mahasiswa   per
               minggunya    adalah  4 5 :  3  x  1  kredit  =  1 5 x 1  kredit  =  15  kredit
               (Imam   Barnadib,   1983).
   210   211   212   213   214   215   216   217   218   219   220