Page 283 - Pendidikan Rusak-Rusakan (Darmaningtyas)
P. 283

mendapat    bantuan   dari  negara  bagian  atau  kotapraja,  namun
               tidak  diawasi  atau  diatur  secara  ketat.  Universitas-universitas
               itu  pun secara  praktis tidak  mempunyai  hubungan   dengan  peme-
               rintah  pusat.  Di  Prancis,  Spanyol,  Italia,  universitas-universitas
               t e r g a n t u n g  pada  p e m e r i n t a h  pusat  dalam  hal  a n g g a r a n ,
               pengangkatan,    penetapan   silabus,  dan  sebagainya.

                    Di Jerman,  universitas-universitas secara  hukum   merupakan
               lembaga   negara  yang   praktis  menyediakan   seluruh  dana   yang
               dibutuhkan,   mengesahkan     pengangkatan    dosen  dan  menyusun
               konstitusi  atau  statuta  universitas.  Namun,  pelbagai  pengaturan
               ini  tidak  menuntut  pengawasan    yang  ketat  dan  terus  menerus,
               terhadap   pengajaran   dan  penelitian  (Edward    Shils,  1993:  4 1 -
               42).
                    Tapi  di  Indonesia,  otonomi  perguruan  tinggi  memiliki  dam-
               pak  sangat  luas,  termasuk  terusirnya  mahasiswa    dari  aktivitas
               di  kampus   demi   pertimbangan    efisiensi  pengeluaran  kampus.
               Sebagai  gambaran   riil,  di  UGM  selama  berpuluh  tahun,  banyak
                                                        s
               mahasiswa    yang  melakukan   aktivitas epanjang   hari  di  kampus.
               Hidup   mereka  menyatu   dengan  kampus.   Kampus   kemudian    ber-
               kembang    menjadi  komunitas   terbuka  bagi  proses  pembelajaran
               hidup  mahasiswa.    Tapi  sejak  diterapkannya  "otonomi"    pergu-
               ruan,  mahasiswa   tidak boleh  lagi  tidur di  kampus.  Kegiatan  kam-
                                                                j
               pus  akan  berakhir  bersamaan    dengan   akhir am   kerja  (kantor)
               dan  setelah  itu  kampus  tertutup  secara  fisik,  karena  universitas
               dituntut  untuk  melakukan    efisiensi.  Bukankah  otonomi   pergu-
               ruan  tinggi  semacam   itu  justru  mengantar  mahasiswa    ke  tepi
               jurang  kehancuran?   Sebab,  universitas  sebagai  ruang  pembela-
               jaran  hidup  menjadi  tertutup  demi  pertimbangan    efisiensi  dan
                                           "
               efektivitas.  Pertimbangan efisiensi"   adalah  pertimbangan   kapi-
               tal.  Bila  universitas meletakkan  aspek efisiensi"  sebagai  pertim-
                                                        "
               bangan utama,   maka  diakui  atau  tidak, esungguhnya   ide univer-
                                                         s
               sitas  itu  telah  mati  dan  menjelma  menjadi  industri  persekolahan.
               Yang  menjadi   dasar  dan  orientasi  sebuah  industri  bukanlah  pe-
               nyebaran   ide-ide,  gagasan,  atau  ilmu  pengetahuan,   melainkan
   278   279   280   281   282   283   284   285   286   287   288