Page 281 - Pendidikan Rusak-Rusakan (Darmaningtyas)
P. 281

memberi    keuntungan    kepada   pihak-pihak   yang   terlibat  lang-
               sung,  termasuk   para  profesor  doktor.
                    Bahasa   "Otonomi   Perguruan   Tinggi"   memang    telah  melu-
               nakkan   sikap   kritis  segenap  civitas  akademika.  Sehingga,  tidak
               pernah  muncul pertanyaan kritis   dari  mereka  mengenai:  betulkah
               ada  otonomi  perguruan   tinggi,  bagaimana  wujudnya, siapa   yang
               diuntungkan oleh    kebijakan  tersebut,  bagaimana  implikasi  sosial
               politisnya  kebijakan  tersebut,  dan  sebagainya?   Apalagi  secara
               tegas  menolak  kebijakan  otonomi  perguruan   tinggi.  Bahkan,  ada
               seorang   doktor  yang  dengan   bangga   bercerita  bahwa   dirinya
               terpilih  sebagai  sekretaris  Badan  Kemandirian  Universitas,  yang
               salah  satu  tugasnya  menginventarisasi   tanah-tanah   universitas,
               untuk  diidentifikasi  mana  yang  produktif dan  tidak,  serta  mana
               yang  potensial  untuk  dikembangkan     dan   mana  yang  tidak.  Ia
               mengatakan    dengan  bangga,  bahwa   semuanya   itu  untuk  keman-
               dirian  universitas.  Mungkin  dia  lupa  bahwa  tugas  seorang  dok-
               tor adalah  mengajar dengan   baik, memberikan   bimbingan   kepada
               mahasiswa,   serta  melakukan  penelitian secara serius.  Sedangkan
               tugas melakukan    inventarisasi  kekayaan  universitas adalah  tugas
               seorang  juru  catat,  dan  memandirikan   universitas  adalah  tugas
               pemerintah   atau  wiraswastawan.


                    Pemahaman      bahwa   seolah-olah   ada  otonomi   perguruan
               tinggi  itu  terjadi  tidak  hanya  di  kalangan  civitas  akademika  PTN,
               tapi  juga  di  Perguruan  Tinggi  Swasta  (PTS).  Ada  yang  secara
               lugu  mengatakan   bahwa sekarang    pemerintah   telah  memberikan
               otonomi   kepada  PTS untuk   mengembangkan      diri.  Tapi  ada  pula
               yang  mengatakan,    sekarang   PTS  justru  semakin  tidak  otonom,
               karena  kontrol  dari  birokrasi  yang  lebih  rendah  (Kopertis,  mi-
                       s
               salnya) emakin ketat.   Bahkan   bukan  itu  saja,  sekarang ada  keku-
               atan-kekuatan    yang  tidak  teridentifikasi  yang  bisa  turut  me-
               lumpuhkan otonomi     perguruan   tinggi.  Diizinkannya  pembukaan
               program studi   atau  fakultas baru  di sebuah  PTS, misalnya, bukan
               semata-mata   ditentukan  oleh  kesiapan lembaga   calon  penyeleng-
               gara,  tetapi  oleh  kekuatan-kekuatan   yang  tidak  teridentifikasi
               tadi.
   276   277   278   279   280   281   282   283   284   285   286