Page 278 - Pendidikan Rusak-Rusakan (Darmaningtyas)
P. 278
Kita dapat belajar dari ironi-ironi yang kita hadapi bersama.
Sebagai contoh, kita ini negara agraris, dan banyak universitas
yang membuka dan mengembangkan ilmu-ilmu pertanian, tek-
nologi pertanian, perkebunan, peternakan, dan perikanan. Secara
logis langkah universitas itu sudah betul. Tapi ironinya, beras,
j
gula, kedelai, agung, garam, daging ayam, daging sapi, dan
buah-buahan masih impor semua. Ini jelas ironi, karena alur
berpikirnya sudah logis dan konsisten, tapi hasilnya salah besar.
Kalau begitu, kesalahannya bukan pada pilihan program studi
yang dikembangkan, tapi pasti pada sistem pembelajarannya
yang tidak tepat, sehingga tidak mampu mendorong para lulusan
bidang-bidang tersebut untuk mengembangkan produk per-
tanian, perkebunan, peternakan, dan perikanan, tetapi memilih
bekerja di sektor lain, di bidangnya tapi di kantoran, atau me-
nganggur ama sekali. Sebaliknya, banyak petani, peternak, dan
s
petambak yang hebat-hebat bukan lulusan dari perguruan tinggi,
tetapi hanya bekerja berdasarkan akal sehat dan trial and error
saja. Seandainya universitas mengajarkan cara bernalar yang baik
dan memberikan banyak kesempatan kepada para mahasiswa
untuk melakukan eksperimen dengan cara trial and error, mungkin
hasilnya akan lebih baik daripada sekarang. Tapi mungkin, inilah
salah satu dampak dari pengelolaan universitas yang membuang
jauh paham bahwa universitas adalah pusat pendidikan manusia-
manusia yang cinta ilmu dan mampu berpikir mandiri.
Jadi sekali lagi, kalau pemahaman terhadap makna "kom-
petensi" terbatas pada bidang-bidang teknis atau terapan,
sehingga orientasi pengembangan kurikulum yang bertujuan 2
kompetensi pun didasarkan pada kompetensi teknis, maka itu
sebetulnya mereduksi makna pendidikan sekaligus makna
hidup. Hidup hanya dimaknai sebagai seorang yang terampil
2 Muncul dua konsep di depan kata " k o m p e t e n s i " , yaitu Kurikulum Berbasis
Kompetensi (KBK) menurut istilah pemerintah dan Kurikulum Bertujuan Kom-
petensi menurut J.Drost. Saya cenderung mengikuti J.Drost dengan argumen,
bahwa kompetensi dalam bidang tertentu itulah yang sedang ingin diwujudkan
melalui pendidikan.
278