Page 280 - Pendidikan Rusak-Rusakan (Darmaningtyas)
P. 280
Keluarnya PP No. 61 tahun 1999 tentang Penetapan Pergu-
ruan Tinggi sebagai badan Hukum, yang kemudian diikuti
dengan keluarnya PP No. 152 (UI), 153 (UGM), 154 (IPB), dan
155 (ITB) tahun 2000 yang menetapkan PTN tersebut sebagai
Badan Hukum Milik Negara BUMN), secara resmi menjadi titik
(
awal dari "privatisasi PTN". Tujuan privatisasi PTN itu (katanya)
adalah meningkatkan pelayanan pendidikan. Tetapi istilah
"privatisasi" itu jelas tidak pernah muncul dalam wacana. Yang
a
selalu muncul dalah Otonomi Perguruan Tinggi. Kata ini cukup
mendominasi, karena kedengarannya memang enak, indah, dan
tidak menindas. Lain halnya dengan privatisasi yang memiliki
konotasi adanya dominasi aspek bisnis.
Lazimnya dalam menyikapi setiap kebijakan baru, selalu
ada yang setuju dan tidak setuju. Demikian pula dalam menyikapi
kebijakan perubahan status PTN menjadi PT-BHMN ini. Barisan
yang tidak setuju privatisasi ini adalah para mahasiswa yang
menyadari sepenuhnya bahwa kebijakan itu akan berdampak
langsung pada kenaikan biaya pendidikan. Dan memang betul,
di banyak PTN dalam dua tahun terakhir, telah terjadi kenaikan
biaya pendidikan bagi mahasiswanya yang kemudian mengun-
dang aksi protes dari para mahasiswa. Para profesor doktor
yang dikenal sebagai figur paling disegani secara akademik tidak
terdengar suaranya, karena mayoritas di antara mereka justru
menjadi barisan pendukung privatisasi PTN. Mereka sepertinya
tidak menyadari implikasi politis dari perubahan status PTN
menjadi BHMN, bahwa pada suatu ketika kebijakan itu uga
j
akan berakibat tergusurnya mereka dari kursi PT-BHMN ketika
manajemen perguruan tinggi melihat dirinya tidak produktif
lagi.
Kegembiraan para profesor doktor itu mungkin hanya se-
saat saja, karena yang dilihat hanya satu segi saja, yaitu kelelu-
asaan bagi perguruan tinggi untuk melakukan akumulasi kapital
sekaligus mengelola dananya sendiri. Legalisasi perguruan ting-
gi untuk melakukan akumukasi kapital itu secara otomatis akan
280