Page 291 - Pendidikan Rusak-Rusakan (Darmaningtyas)
P. 291

M e m b i c a r a k a n  kembali  tentang  k o m i t m e n  t e r h a d a p
              pendidikan   rakyat  itu,  menjadi  menarik,  mengingat  isu  tersebut
              selama  beberapa  dekade justru  ditenggelamkan dan    tidak  pernah
              muncul   sebagai  wacana,  terlebih  pada  masa  Orde  Baru,  karena
              setiap  ungkapan    "rakyat"  selalu  dimaknai    berbau  komunis,
              sehingga  orang  takut  menyebut   kata  "rakyat",  termasuk  dalam
              masalah   pendidikan.
                   Selain  reduksi  terhadap  istilah  rakyat,  sistem  pendidikan
              yang  dijalankan   sekaligus  dikendalikan    oleh  pemerintah    itu
              memang    tidak  dirancang   untuk   kepentingan    rakyat  banyak,
              melainkan   untuk  menunjang    arus  modal  yang  masuk   demi  ke-
              pentingan  sistem  kapitalisme  global.  Tak jarang,  pemberian  bea-
              siswa  dasar  utamanya  bukan   untuk  yang  tidak  mampu,   melain-
              kan  untuk  yang  berprestasi.  Sebab,  orang-orang   yang  berpres-
              tasi  inilah  yang  secara  cepat  akan  dapat  masuk  ke  dalam  sistem
              kapitalisme  global  dan  secara  mudah   pula  mempercepat     arus
              modal   yang  masuk.

                   Sepanjang yang diketahui,   kita  belum  pernah melihat adanya
              suatu  kebijakan  pendidikan  yang dirancang berdasarkan    prinsip-
              prinsip  ketidakmampuan     ekonomi   masyarakat  atau  keterisolasi-
              an  geografis.  Yang  terjadi  baru  berdasarkan  prinsip-prinsip  ke-
              lainan  fisik atau  mental.  Itu  pun  disertai  dengan  pelabelan  yang
              sesungguhnya    merupakan    stigmatisasi  kurang  menguntungkan,
              misalnya  dengan   sebutan  Sekolah   Luar  Biasa  (SLB). 1  Tanpa  di-
              sadari,  orang  sering  sinis  terhadap  keberadaan  sistem  pendidik-
              an  ini  dengan  bertanya,  "Apanya  yang  luar  biasa?"
                   Wacana    pendidikan   kerakyatan   ini  saatnya  perlu  dibuka
                                                                 c
              lagi,  mengingat  kondisi  ekonomi  nasional  yang enderung    mem-
              buruk,  sehingga  kemampuan     masyarakat untuk   membiayai    pen-
              didikannya,  meskipun   hanya ampai tingkat LTP-SMTA,         makin
                                                             S
                                             s
              berkurang.    Kecenderungan      makin   banyaknya     orang   tidak
              1  Dalam  Seminar  dan  Workshop  yang  membahas  tentang  "Penyempurnaan  Sistem
                Pendidikan  bagi  Difabel",  17-19  Maret  2001,  muncul  banyak  kritikan  terhadap
                pelaksanaan  sistem  pendidikan  di  SLB  yang  dinilai  sebegai  bentuk  pengkarang-
                kengan.




              292
   286   287   288   289   290   291   292   293   294   295   296