Page 292 - Pendidikan Rusak-Rusakan (Darmaningtyas)
P. 292
mampu bersekolah karena faktor biaya itu meningkat pada
semua jenjang pendidikan. Sebab, kenyataannya, pendidikan di
Indonesia terlalu mahal dan tidak memiliki konsistensi dalam
pelaksanaan-nya. Ambil kasus yang baru saja terjadi dan masih
hangat, soal biaya Ebtanas. Meskipun telah keluar peraturan
Menteri Pendidikan tentang Ebtanas gratis bagi sekolah-sekolah
negeri, di lapangan sulit dilaksanakan. Bisa saja gratis, tapi pelak-
sanaannya asal-asalan karena uang yang dimaksudkan untuk
menggratiskan itu amat terbatas. Rata-rata guru pengawas
Ebtanas mendapat honor antara Rp 2.000-10.000,- (tergantung
wilayah masing-masing).
Pendidikan untuk Hidup
j
Tema ini uga menjadi menarik diangkat ke permukaan,
mengingat sekarang ini telah mulai terjadi pembusukan terhadap
sistem pendidikan nasional yang dilakukan masyarakat. Masya-
t
rakat mulai tidak percaya lagi erhadap keampuhan pendidikan
untuk meningkatkan kesejahteraan bagi semua warga yang
berpendidikan. Ironisnya, pembusukan itu justru terjadi di desa-
desa, yang oleh kalangan birokrasi pendidikan justru harus
ditingkatkan partisipasinya.
Terjadinya pembusukan itu juga diakibatkan oleh buruknya
sistem pendidikan nasional, yang ternyata tidak mampu meman-
dirikan para subjek didik, tapi justru menciptakan ketergan-
tungan pada orang lain, mengasingkan subjek dari lingkungan
sosial, budaya, alam sekitar, serta akar kehidupannya. Banyak
anak petani yang bersekolah bukan semakin tambah kecintaan-
nya terhadap profesi petani, tapi justru benci kepati-pati pada
petani, sehingga memilih menjual tanahnya untuk membeli
sepeda motor. Padahal, makan sehari-hari mereka dari hasil per-
tanian. Inilah paradoks yang mesti dijawab oleh para pendidik
sekarang.
Ki Hadjar Dewantara memandang, orientasi pendidikan
adalah menjadikan seseorang agar dia bisa menghidupi dirinya