Page 297 - Pendidikan Rusak-Rusakan (Darmaningtyas)
P. 297
(1)Sewwfl anak yang sudah berumur enam tahun berhak, dan yang
sudah berumur delapan tahun diwajibkan, belajar di sekolah. Paling
sedikit enam tahun lamanya.
(2) Belajar di sekolah agama yang telah mendapat pengakuan dari menteri
agama dianggap telah memenuhi kewajiban belajar.
(3) Kewajiban belajar itu diatur dalam UU yang tersendiri.
Pasal tersebut diikuti oleh Pasal 11, yang mengatur pendirian
dan penyelenggaraan sekolah-sekolah negeri dan swasta:
(1)Sekolah yang didirikan dan diselenggarakan oleh peme-
rintah, baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah,
disebut sekolah negeri.
S
(2) ekolah yang didirikan dan diselenggarakan oleh orang-
orang atau badan-badan partikulir disebut sekolah partikulir.
Hal menarik dari pasal-pasal di atas adalah sebagai berikut.
Pertama, soal wajib belajar enam tahun (lulus SD) ternyata sudah
dijalankan sejak masa awal kemerdekaan, bukan hanya masa
Orde Baru. Selama ini, kita menerima kebenaran bahwa prog-
ram Wajib Belajar Enam Tahun dicanangkan oleh Pemerintahan
Orde Baru Tahun 1984 dan Wajib Belajar Sembilan Tahun di-
canangkan pada tahun 1994. Ternyata, wajib belajar nam tahun
e
atau serendah-rendahnya lulus SD sudah diamanatkan dalam
UU No. 4 Tahun 1950. Perbedaannya hanya pada soal usia saja.
s
Pada UU ini, wajib belajar berlaku bagi anak yang udah berusia
delapan tahun, sedangkan pada Wajib Belajar Enam Tahun yang
dicanangkan tahun 1984 untuk usia tujuh tahun. Tapi substan-
sinya sama.
Distorsi informasi emacam itu harus kita luruskan kembali.
s
Meski juga cukup mengherankan, mengapa Menteri Pendidikan
dan Kebudayaan Nugroho Notosusanto (pada masa itu) tidak
mengingatkan bahwa Wajib Belajar Enam Tahun itu sudah
diamanatkan dalam UU No.4 Tahun 1950? Sebab bila tidak
diluruskan, seolah-olah komitmen untuk menuntaskan warganya
dari buta huruf itu hanya berlangsung setelah masa Orde Baru
saja.
298