Page 299 - Pendidikan Rusak-Rusakan (Darmaningtyas)
P. 299

Otonomi      Sekolah    Swasta

                  Sikap   pemerintah    terhadap   keberadaan    sekolah-sekolah
             swasta  secara  jelas  tercermin  dalam  Pasal  13  yang  menyatakan:
             (1) Atas  dasar  kebebasan  tiap-tiap  warganegara  menganut   suatu
                 agama   atau  keyakinan  hidup,  maka   kesempatan    leluasa  di-
                 berikan  untuk  mendirikan    dan  menyelenggarakan     sekolah-
                 sekolah  partikulir.
             (2)  Peraturan-peraturan   yang   khusus   tentang  sekolah-sekolah
                 yang  partikulir  ditetapkan  dalam  undang-undang.


             Pasal  14
             (1)Sekolah-sekolah     Partikulir  yang  memenuhi     syarat-syarat,
                 dapat  menerima    subsidi  dari  pemerintah  untuk   pembiaya-
                 annya.
             (2)Syarat-syarat   tersebut  dalam   ayat  (1)  dan  peraturan  pem-
                 berian  subsidi  ditetapkan  dalam  Peraturan  Pemerintah.
                   Pasal-pasal  di  atas  memperlihatkan  secara  tegas  komitmen
             pemerintah    terhadap  keberadaan   sekolah-sekolah   swasta,  yang
             sebagian   didirikan  berdasarkan   keyakinan    hidup  atau  agama
             tertentu.  Kenyataan    semacam    itu  bukannya   ditiadakan,   tapi
                                                           t
             justru  dijamin dan  diberi  kebebasan  untuk umbuh    dan  berkemb-
             ang  di  negeri  ini.  Nilai-nilai  yang  sama  justru  ditolak  dalam
             penjelasan  ayat  2 Pasal  28 UU No.2 Tahun  1989 yang menyatakan:

                   Tenaga  pengajar  pendidikan  agama  harus  beragama  sesuai  dengan
             yang  diajarkan  dan  agama  peserta  didik  yang  bersangkutan.

                   Rumusan    pasal  ini  sejak  awal  telah  menimbulkan  polemik,
             karena   dikhawatirkan    akan  mengancam     keberadaan    sekolah-
             sekolah   swasta   yang  memiliki   kekhususan     dalam   pelajaran
             agama.   Kekhawatiran   itu  semakin  jelas  ketika  keluar  SKB  antara
             Menteri   Pendidikan   dan  Kebudayaan     dengan   Menteri   Agama
             No.4/U/SKB/1999        dan  No.570   Tahun   1999,  yang  kemudian
             ditindaklanjuti  dengan   Keputusan   Direktur Jenderal  Pendidikan
             Nasional   No.64/C/Kep/PP/2000       yang  mengatur   tentang  kewa-
             jiban  siswa  mengikuti   pelajaran  agama   sesuai  dengan   agama
   294   295   296   297   298   299   300   301   302   303   304