Page 68 - Pendidikan Rusak-Rusakan (Darmaningtyas)
P. 68
daerah gamang dan tidak mau mengambil risiko, sehingga
memilih jalan aman saja dengan berjalan sesuai pengalaman
mereka semasa Orde Baru. Sikap konservatif itu mereka tun-
jukkan pada guru, sehingga guru yang mayoritas bodoh dan
pengecut juga lebih suka memilih jalan aman seperti birokratnya.
5. Memperdaya Guru
Reformasi pendidikan sebatas wacana juga terlihat pada
perlakuan terhadap guru, baik guru negeri yang mengajar di
sekolah negeri, guru negeri yang mengajar di sekolah swasta
(Guru DPK), guru swasta yang mengajar di sekolah-sekolah
swasta (Guru Swasta), maupun guru swasta yang mengajar di
sekolah-sekolah negeri (Guru Honorer). Perubahan apa yang
sudah mereka rasakan selama masa reformasi? Semua guru itu
belum mengalami perubahan signifikan. Dalam hal kesejahtera-
an, baik untuk guru negeri, guru DPK, guru swasta, maupun
guru honorer, baru ada perbaikan sedikit. Sekarang ada tunjang-
an untuk guru-guru swasta maupun guru honorer. Tapi sayang,
pemberian tunjangan itu selalu enam bulan di belakang, sehingga
sebetulnya tidak banyak menolong bagi para guru sendiri.
Dalam hal birokrasi pengurusan pangkat maupun nasib, juga
masih tetap sama. Urusan pengangkatan guru baru, mutasi, dan
promosi menjadi kepala sekolah juga masih tetap menggunakan
uang pelicin. Kalau tidak memberikan uang pelicin, sulit sekali
mengharapkan urusannya lancar; pasti akan selalu dihambat
dengan berbagai alasan. Yang lebih gila lagi, proses tawar-mena-
war uang pelicin itu sudah semakin vulgar, tidak sembunyi-sem-
bunyi.
Guru selalu dinilai rendah kompetensinya, tapi tidak ada
program yang sistematis untuk meningkatkan kompetensi me-
reka. Yang terjadi hanya penataran-penataran belaka, dan ja-
lannya penataran itu juga tidak ada bedanya dengan pada masa
Orde Baru dulu, yaitu lebih merupakan proses brainwashing (cuci
otak saja) agar guru tidak kritis dan tidak memiliki orientasi